Hukum Kamis, 08 September 2022 | 12:09

Tindakan Terstruktur Menukangi Regulasi, Buahnya 23 Napi Korupsi Bebas Bersyarat

Lihat Foto Tindakan Terstruktur Menukangi Regulasi, Buahnya 23 Napi Korupsi Bebas Bersyarat Pinangki Sirna Malasari. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Pemberian pembebasan bersyarat kepada 23 napi korupsi oleh Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM termasuk terhadap Pinangki Sirna Malasari ditengarai terjadi lewat upaya terstruktur menukangi aturan yang menguntungkan para koruptor.

Kasus Pinangki cs tidak bisa dilihat secara parsial. Tetapi merujuk serangkaian keputusan produk hukum yang menjadi dasar bagi Ditjen PAS mengeluarkan kebijakan pemberian pembebasan bersyarat.

Perlu diingat, sebelum adanya revisi UU Pemasyarakatan yang disahkan tahun ini, ada sejumlah putusan yang dikeluarkan baik Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). 

Di antaranya pembatalan sejumlah norma dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Poin yang dibatalkan MA yang kemudian menjadi dasar semakin tidak bertajinya upaya pemasyarakatan terhadap koruptor adalah, syarat yang awalnya untuk memperketat atau membatasi para napi korupsi memperoleh haknya sebagai warga binaan. Entah remisi, entah asimilasi, atau pembebasan bersyarat. 

"Syarat-syarat itu misal, yang awalnya memperketat artinya tidak lagi diberikan kemudahan, karena kriteria ditambah. Kriteria pertama, misalnya status sebagai justice collaborator. Itu harus dipenuhi. Kemudian syarat melunasi pembayaran denda dan pidana tambahan uang pengganti, yang ada di putusan inkrah di tingkat pengadilan akhir," kata Peneliti ICW Lalola Easter Kaban dalam paparannya saat konpers bersama ICW, YLBHI, dan Transparency International Indonesia, Rabu, 7 September 2022 malam.

Dua syarat tersebut, selain syarat umum lainnya, seperti berkelakuan baik dan lainnya, untuk memperketat pemberian hak napi korupsi. 

Tujuan akhirnya, ketika seseorang terpidana korupsi mau menerima haknya sebagai warga binaan, kalau dia berstatus justice collaborator dia tentu harus membantu aparat penegak hukum mengungkap kasusnya. 

"Asuminya adalah orang ini bukan pelaku utamanya. Sehingga ketika dia mengajukan haknya, dia sudah harus menyelesaikan itu dulu, punya itikad baik untuk mengungkap perkara secara utuh. Kedua, sudah melunasi pidana tambahan dan pidana denda, ini erat kaitannya upaya pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi," terangnya. 

Dua syarat itu kata dia, agar napi korupsi tidak mudah mendapat pengurangan hukuman. Ketika revisi UU Pemasyarakatan terjadi, syarat itu tidak disertakan kembali dan itulah kemudian yang menjadi dasar bagi Dirjen PAS untuk mengeluarkan apa yang mereka berikan pada 6 September 2022, berupa pembebasan bersyarat terhadap 23 napi kasus korupsi.

"Artinya kebijakan itu memang dimaksudkan untuk menguntungkan koruptor, karena rangkaian peristiwanya menguatkan dugaan ke arah sana," tandasnya.

Peneliti ICW Lalola Easter Kaban. (Foto: Tangkapan Layar)

Kalau mau kritis soal ini ujar Lola, yang diminta pertanggungjawaban bukan hanya Kemenkumham, tapi juga ada peran MK, ada peran MA di situ, yang berkontribusi pada terjadinya peristiwa bebas bersyarat 23 napi korupsi. 

Ini menurutnya sudah terstruktur, dikondisikan sampai ada revisi UU Pemasyarakatan. "Hari ini buahnya kita tuai di mana 23 napi korupsi tadi bisa mendapatkan pembebasan bersyarat tanpa syarat yang dikhususkan," tandasnya.

Semula diapresiasi kebijakan Kemenkumham dan pemerintah secara umum ketika melahirkan PP 99/2012 yang sebetulnya bukan hanya ditujukan kepada napi korupsi, tapi juga terorisme, narkotika, kejahatan terhadap keamanan negara, dan pelanggaran hak asasi. 

"Terhadap lima tindak pidana itu harusnya ada treatment khususnya, itu kemudian dihapuskan treatment khususnya itu," kata Lola.

Baca juga:

Pinangki, Negara Semakin Kalah terhadap Keganasan Koruptor

Pertanyaannya imbuh Lola, apakah memang negara tidak lagi memandang korupsi sebagai tindak pidana yang serius. 

"Muaranya, politik hukum pemerintah ketika mereka setuju revisi UU Pemasyarakatan dan juga rangkaian peristiwa yang kemarin itu," tukas dia. 

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham menyebut ada 23 napi koruptor mendapat bebas bersyarat pada 6 September 2022.

Mereka berasal dari dua lapas, yaitu Lapas Kelas I Sukamiskin dan Lapas Kelas IIA Tangerang, sebagaimana disampaikan Koordinator Hubungan Masyarakat dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti, Rabu, 7 September 2022.

Berikut ini daftar 23 napi korupsi:

Lapas Kelas II A Tangerang

  • Ratu Atut Chosiyah Binti Alm, Tubagus Hasan Shochib
  • Desi Aryani Bin Abdul Halim
  • Pinangki Sirna Malasari
  • Mirawati Binti H. Johan Basri

Lapas Kelas I Sukamiskin

  • Syahrul Raja Sampurnajaya Bin H. Ahmad Muchlisin
  • Setyabudi Tejocahyono
  • Sugiharto Bin Isran Tirto Atmojo
  • Andri Tristianto Sutrisna Bin Endang Sutrisna
  • Budi Susanto Bin Lo Tio Song
  • Danis Hatmaji Bin Budianto
  • Patrialis Akbar Bin Ali Akbar
  • Edy Nasution Bin Abdul Rasyid Nasution
  • Irvan Rivano Muchtar Bin Cecep Muchtar Soleh
  • Ojang Sohandi Bin Ukna Sopandi
  • Tubagus Cepy Septhiady Bin. TB E Yasep Akbar
  • Zumi Zola Zulkifli
  • Andi Taufan Tiro Bin Andi Badarudin
  • Arif Budiraharja Bin Suwarja Herdiana
  • Supendi Bin Rasdin
  • Suryadharma Ali Bin. HM Ali Said
  • Tubagus Chaeri Wardana Chasan Bin Chasan
  • Anang Sugiana Sudihardjo
  • Amir Mirza Hutagalung Bin. HBM Parulian.[]

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya