Medan - Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara memberi apresiasi kepada Kejaksaan RI dalam penegakan hukum saat ini khususnya penerapan restorative justice dan rehabilitasi bagi pengguna kasus narkoba.
Dekan Fakultas Hukum USU Dr Mahmul Siregar SH MHum di Medan, menilai bahwa penerapan restorative justice kasus pidana dan rehabilitasi bagi pengguna narkoba telah mengedepankan humanisme dalam penegakan hukum yang dilakukan institusi kejaksaan.
“Konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Restorative justice merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan, dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban,” ujar Mahmul dalam keterangan tertulisnya, Senin, 27 Desember 2021.
Mahmul berharap penerapannya di wilayah hukum Kejati Sumut dapat konsisten direalisasikan. Apalagi Jaksa Agung ST Burhanuddin menjadikan Kejati Sumut salah satu contoh penggunaan RJ dalam kunjungan kerja pekan lalu.
“Di kunker di Kejati Sumut lalu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyaksikan langsung penerapan RJ di Kejari Deli Serdang, kejaksaan memfasilitasi pelaku dan korban untuk berdamai dan proses hukum atas tindak pidana yang ada dihentikan saat itu. Ini kami apresiasi,” katanya.
Terkait penerapan rehabilitasi bagi pengguna narkoba, Mahmul memberi apresiasi atas kebijakan Jaksa Agung RI ST Burhanuddin yang telah mengeluarkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkoba melalui proses rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif yang diberlakukan sejak 1 November 2021.
Pedoman itu akan menjadi acuan kepada para penuntut umum dalam hal ini kejaksaan dalam penanganan kasus narkoba sehingga jaksa dapat menggunakan opsi rehabilitasi bagi pengguna narkoba.
Fakultas Hukum USU sebut Mahmul, sangat mendukung kebijakan Kejaksaan RI tersebut. Dia menyampaikan dukungannya. Pasalnya, hal ini memang sangat dibutuhkan, selain mengedepankan sisi kemanusiaan, rehab itu juga dapat mengurangi over kapasitas lapas yang terjadi di banyak daerah di Indonesia.
“Saya menyambut baik keputusan ini. Masalahnya, lapas sudah sangat penuh, dan yang perlu dipenjara menurut saya cukup pengedar. Kalau pengguna baiknya direhab agar tidak kembali lagi ke narkoba. Jadi menurut saya, rehabilitasi melalui pendekatan keadilan restoratif bisa menjadi jawaban yang tepat dalam menangani kasus penggunaan narkoba,” ujar Mahmul.
Praktisi hukum Hasrul Benny Harahap SH MH mengajak seluruh pihak untuk lebih ketat memberi pengawasan terhadap institusi kejaksaan dalam penerapan RJ dan rehabilitasi tersebut.
Benny berharap penerapan RJ dan rehab tidak dimanfaatkan oknum-oknum aparat hukum untuk kepentingan tertentu, khususnya praktik transaksional dalam penerapannya.
“Saya mengajak semua pihak mengawal penegakan hukum yang berkeadilan. Saya tidak ingin masyarakat terus-menerus merasa bahwa hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Institusi hukum harus bisa menempatkan diri sebagai institusi yang memberikan rasa keadilan,” tegas Benny.
Wakil Sekjen DPP Partai Golkar ini menekankan agar penerapan mekanisme restorative justice di kejaksaan dapat diterapkan dengan baik dan profesional. Pendekatan mekanisme hukum tanpa dibawa ke meja hijau dikenal sebagai restorative justice. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengedepankan pendekatan mediasi antara pelaku dengan korban. []