News Senin, 23 Mei 2022 | 10:05

Wacana Pandemi ke Endemi, Netty: Jangan Sampai Masyarakat Keliru Menyimpulkan!

Lihat Foto Wacana Pandemi ke Endemi, Netty: Jangan Sampai Masyarakat Keliru Menyimpulkan! Anggota Komisi XI DPR, Netty Prasetiyani Aher.(Foto:Opsi/Istimewa)

Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah tidak perlu gegabah bicara tentang pandemi menuju endemi tanpa adanya evaluasi dan kajian komprehensif atas pengendalian kasus Covid-19.

Hal itu disampaikan merespons hasil survei Indikator Politik yang menyebutkan bahwa 69 persen masyarakat setuju jika pandemi diubah statusnya menjadi endemi.

"Lebih penting memastikan dilakukannya evaluasi dan kajian menyeluruh terkait upaya pengendalian kasus Covid-19, dari pada berbicara perubahan status pandemi menjadi endemi. Pastikan bahwa dalam rentang waktu tertentu tidak ada kemunculan kasus baru dan kasus aktif. Ini yang harus jadi target pemerintah dalam pengendalian kasus, dan bukan mewajarkan penyakit ini dengan status endemi," kata Netty mengutip keterangannya, Senin, 23 Mei 2022.

Menurutnya, endemi tidak bisa dimaknai bahwa kita sudah bebas dari virus Covid-19.

"Wacana endemi yang diikuti dengan beberapa pelonggaran seperti boleh tidak menggunakan masker di ruang terbuka, tidak ada lagi test Covid-19 untuk pelaku perjalanan, atau kebebasan berkumpul, dikhawatirkan membuat masyarakat memiliki kesimpulan yang keliru, yaitu bahwa kita sudah bebas Covid-19," ujarnya.

Dia menegaskan, lompatan kesimpulan tersebut dapat membuat masyarakat meninggalkan kembali kebiasaan-kebiasaan baik yang selama ini sudah tertanam, seperti memakai masker, mencuci tangan dan tidak berkerumun.

"Kebiasaan baik itu jangan sampai hilang setelah betapa sulitnya dulu kita menerapkannya di masyarakat," tuturnya.

Selain itu, dia juga mengingatkan pemerintah agar wacana endemi harus diikuti dengan rencana tindak lanjut yang jelas, termasuk dampaknya terhadap pembebanan keuangan negara.

"Perlu diperhitungkan dampaknya terhadap beban negara di masa depan. Penyakit-penyakit seperti malaria, TB bahkan HIV yang sudah dianggap endemi, ternyata tetap membebani negara, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Nah, bagaimana dengan Covid-19? Apakah nanti biaya pengobatan Covid-19 ini akan ditanggung negara atau masyarakat harus membayar sendiri?," ujarnya.

Netty juga meminta pemerintah agar menjelaskan dampak penetapan status endemi terhadap program insentif nakes, program lanjutan vaksinasi dan lainnya.

"Wacana endemi tanpa penjelasan dampak ikutannya hanya akan menimbulkan euforia masyarakat. Sementara publik perlu tahu bagaimana kelanjutan proses vaksinasi, kelanjutan insentif nakes, dan lainnya," kata Netty.

Oleh karena itu, kata Wakil Ketua FPKS DPR RI ini, pemerintah harus melakukan edukasi ke masyarakat.

"Jangan sampai pernyataan soal endemi ini justru menjebak masyarakat hingga menganggap endemi tidak bahaya. Bukankah tidak ada jaminan jika endemi tidak kembali menjadi pandemi," ucap dia.

"Masyarakat harus selalu diingatkan untuk menerapkan protokol kesehatan serta menjalani hidup bersih. Bukankah perilaku hidup sehat dan bersih akan membuat masyarakat lebih imun terhadap berbagai penyakit," katanya menambahkan.

Lebih lanjut, dia meminta pemerintah agar terus memantau angka positivity rate kasus aktif Covid-19, capaian vaksinasi 70 persen dan data BOR di rumah sakit pada masa transisi ini.

"Justru saat ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem kesehatan kita secara menyeluruh untuk memastikan apakah kita dapat terbebas dari Covid-19 atau justru kembali mengalami kenaikan kasus," ucap Netty.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya