Sulawesi Barat - Selama 20 tahun Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, menjadi daerah otonomi dan memiliki kewenangan tersendiri mengatur atau mengelola sumber daya daerahnya.
Akan tetapi, pengaturan dan pengelolaan sumber daya yang seharusnya dilakukan, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Program yang dirancang dan dijalankan oleh pemerintah tak memberi dampak yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat.
Kabupaten Mamasa masih disuguhi dengan sekian gudang persoalan yang tak kunjung usai dan seakan tidak ada upaya penyelesaiannya. Pemda tidak mampu meninjau secara objektif apa kebutuhan mendasar masyarakat yang perlu diprioritaskan untuk dipenuhi.
Khususnya wilayah tiga, Pitu Ulunna Salu (PUS), problem yang berlarut hingga 20 tahun yakni infrastruktur jalanan dan jaringan telekomunikasi.
"Bayangkan, dalam jangka waktu 20 tahun, di mana seharusnya sudah mencapai kematangan dalam hal tata kelola dan pembangunan, hanya beberapa tower jaringan yang berhasil di bangun sedangkan infrastruktur jalanan penghubung antar kecamatan hanya pada tahap perluasan jalan dan pengerasan," kata salah seorang aktivis asal Kecamatan Tabulahan, Kabupaten Mamasa, Jhon Kalvin, Jumat, 11 Maret 2022.
Sampai saat ini, kata dia, tidak ada upaya lanjutan yang menjadi solusi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamasa untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Misalnya saja, di Kecamatan Bambang. akses jalannya masih sangat memprihatinkan dan terbilang ekstrim untuk dilalui," katanya.
Jika mengunjungi kecamatan tersebut, kata Jhon Kalvin, pengunjung akan menjumpai jalan yang dipenuhi lubang dan tergenang air dikala musim hujan.
"Jalanan yang seharusnya terurus dengan baik, menyimpan penampakan bagaikan lekuk berisi air tempat kerbau berendam," ujarnya.
Tentunya, menurut dia, persoalan tersebut sangat membutuhkan atau memerlukan perhatian khusus dari Pemkab Mamasa.
"Jangan hanya manis pada saat kampanye politik saja, sedangkan realisasi tidak ada," katanya.
Dia berpandangan, pembangunan di wilayah PUS tergolong masih sangat lambat. Pembangunan yang lambat tersebut, dipicu oleh perhatian pemerintah yang sangat kurang untuk kebangunan daerah.
"Sebut saja infrastruktur jalanan, jaringan telekomunikasi, serta pasar, selama 20 tahun semua hanya tinggal janji yang tak kunjung digenapi," tuturnya.
Bahkan, Pemkab Mamasa terus membangun narasi kemajuan di berbagai sektor, sedangkan masyarakat sedang melarat menunggu janji-janji tersebut.
"Jadi menurut saya, selama 20 tahun Mamasa berdiri, 20 tahun pula Pemkab Mamasa tidak becus dalam mengatur dan mengelola otonomi daerah," katanya.
Keadaan ini seakan memberi sinyal, di usia Kabupaten Mamasa selanjutnya, Pemkab Mamasa perlu di dikte untuk merancang dan menjalankan program agar menyentuh kehidupan masyarakat.[]