Pilihan Jum'at, 19 Agustus 2022 | 19:08

6 Lokasi Ini yang Membuatmu Wajib Datang ke Pulau Samosir

Lihat Foto 6 Lokasi Ini yang Membuatmu Wajib Datang ke Pulau Samosir Huta Siallagan, Kabupaten Samosir. (Foto: Kemenparekraf)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Pulau Samosir berada di tengah danau vulkanik terbesar di Indonesia, Danau Toba. 

Tapi ternyata, pulau ini menyimpan alam luar biasa indah sehingga digelari Negeri Indah Kepingan Surga, yang dipadu budaya dan sejarah unik di tiap desanya.

1. Desa Wisata Tomok Parsaoran

Noel Sidabutar menjelaskan tentang sejarah dan budaya leluhur Raja Sidabutar di Desa Wisata Tomok Parsaoran.

Di desa ini ada tiga kuburan batu atau sarkofagus berusia ratusan tahun. Raja pertama dan kedua masih memeluk kepercayaan masyarakat Batak kuno, yaitu Parmalim (jika meninggal tidak dimasukkan ke dalam peti, tetapi dibungkus dengan kain ulos), sedangkan raja ketiga sudah memeluk agama Kristen sehingga terdapat lambang salib di makamnya.

Di Desa Tomok ada tiga kuburan batu atau sarkofagus berusia ratusan tahun. (Foto: Kemenparekraf)

Ada beberapa filosofi menarik dari budaya Batak. Pertama, pada tiga warna pada rumah adat maupun kain yang disampirkan di makam para raja, yaitu putih, merah, dan hitam. 

Putih (Banua Ginjang) berarti kehidupan surgawi, merah (Banua Tonga) yang serupa dengan warna darah berarti dunia kehidupan yang sedang dijalani, sedangkan hitam (Banua Toru) berarti dunia bawah tanah alias akhirat. 

Masyarakat Batak percaya bahwa kehidupan yang kini dijalani tak akan selamanya. Setelah semua selesai, raga pun dikubur dalam tanah dan jiwa akan terbang ke dunia putih atau hitam.

Selain itu, juga pada simbol binatang cicak dan empat payudara yang sering dijumpai di ornamen dinding rumah adat. 

Cicak yang dapat hidup di mana-mana melambangkan orang Batak yang gemar merantau, sedangkan payudara melambangkan makna kesuburan seorang wanita dan kekayaan yang dilambangkan dengan adanya keturunan keluarga.

Di depan jajaran rumah adat Batak, kita dapat menari Tortor bersama boneka kayu bernama Sigale-gale. 

Konon, ada seorang Raja Batak yang berduka kehilangan anak laki-lakinya. Untuk mengobati kerinduannya itu, dipanggil tukang pahat terbaik dan dukun agar  membuat patung  anak  laki-laki  diisi ruh dan  dapat menari. Namun saat ini, boneka Sigale-gale bergerak dengan bantuan manusia.

Puas menari, jangan lupa berbelanja cinderamata sebelum meninggalkan Desa Wisata Tomok. 

Deretan kain ulos, pakaian, aksesoris, tas, topi, pajangan dinding, tempat tisu, kalender Batak, dan suvenir lainnya pasti cocok sebagai oleh-oleh keluarga atau teman-teman.

2. Desa Siallagan 

Jajaran bangunan yang rapi dan suasana jalan bersih sungguh memanjakan mata di Desa Wisata Siallagan. 

Di sini juga terdapat rumah adat yang disebut Rumah Bolon yang sarat filosofi. Misalnya, untuk masuk ke pintu rumah adat ini, kita harus menunduk karena rendah. 

Maknanya, saat bertamu kita memang harus menunduk sebagai rasa rendah hati dan menghormati pemilik rumah. 

Atapnya dibentuk seperti solu (sampan), ujung belakang lebih tinggi dari ujung depan. Maknanya, generasi berikutnya harus lebih baik daripada generasi saat ini.

Selain kebersihan dan rumah adat, terdapat situs ‘Batu Parsidangan’ yang menarik. Ini adalah sebuah area dengan meja dan beberapa kursi batu berusia ratusan tahun sebagai peninggalan asli Raja Batak di Desa Wisata Siallagan ketika melakukan rapat. 

Orang-orang yang mengikuti rapat adalah para raja, tetua di desa, para istri raja, hulubalang, dan dukun. 

Yang paling sering dibahas selain pesta adat kelahiran, kematian, atau pernikahan, adalah seputar peradilan atas tindak kejahatan seseorang. 

Di sebelah batu parsidangan terdapat pohon keramat besar (Hariara) yang digunakan dukun untuk bertapa menentukan hari eksekusi para tahanan mati.

Untuk kejahatan ringan, terhukum akan mendapatkan hukuman pasung di bawah rumah raja yang biasanya menjadi tempat ternak. 

Mereka dipertontonkan pada orang-orang yang lewat untuk efek jera. Lalu, bagi mereka yang melakukan tindak kejahatan berat, akan dihukum mati dengan cara dipancung di depan warga desa.

3. Rumah Adat dan Rumah Kaca di Desa Wisata Simanindo

Desa Wisata Simanindo adalah desa wisata open air pertama di Pulau Samosir, didirikan tahun 1969 dan masuk menjadi cagar wisata budaya pada 2021. 

Arsitektur bangunan rumah adatnya pun masih dipertahankan keasliannya. Misalnya atapnya masih dari ijuk. Pengunjung desa  wisata Simanindo berasal dari dalam maupun luar negeri, bahkan Ratu Belanda Juliana dan Pangeran Bernhard pernah bertandang tahun 1982.

Rumah bergaya arsitektur Belanda ini asri dan artistik dengan tanaman hias beraneka ragam yang sangat memanjakan mata. (Foto: Kemenparekraf)

Yang unik adalah, tak semua homestay di Pulau Samosir berupa rumah adat Batak kuno. Contohnya Rumah Kaca di Desa Wisata Simanindo. 

Rumah bergaya arsitektur Belanda ini asri dan artistik dengan tanaman hias beraneka ragam yang sangat memanjakan mata. 

Cukup merogoh kocek Rp 500.000 per malam kita dapat menginap nyaman disertai jaminan kebersihan.

4. Restoran Khas Samosir Halal di Desa Wisata Tuktuk Siadong

Jika ingin mencicipi makanan khas Batak yang halal, cobalah berkunjung ke restoran Sekapur Sirih di Desa Wisata Tuktuk Siadong.

Beberapa menu andalan yang harus dicicipi adalah Naniura, Arsik Ikan Mas atau Ikan Nila, Sayur Ubi Tumbuk, dan Jus Martabe (Markisa dan Terong Belanda). 

Khusus untuk Naniura atau  Sashimi  Batak ini,  kita harus  menunggu kurang  lebih dua jam,  karena pembuatannya benar- benar fresh dan ikannya langsung diambil dari kolam pada saat itu juga. 

Akan tetapi, tentu saja hasil penantian ini terbayarkan oleh rasa masakannya yang luar biasa sedap. Naniura sendiri berarti “ikan yang diasamkan”.

5. Homestay Rumah Adat Batak Kuno di Desa Wisata Huta Tinggi

Sebaliknya, jika ingin bermalam di rumah adat Batak kuno, kalian bisa menuju fasilitas homestay di Desa Wisata Huta Tinggi. 

Di sini, wisatawan juga dapat melakukan beberapa aktivitas seperti membuat kopi yang buahnya langsung dipetik dari kebun, memeras susu  kerbau untuk dijadikan bahan dasar Dali Ni Horbo alias keju Batak, menari Tor Tor, memasak beberapa menu makanan khas Batak, dan lain-lain. 

Para wisatawan yang datang tak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga sampai keluar negeri. Bahkan, Desa Wisata ini diakui sebagai kawasan Geosite oleh Unesco dan meraih penghargaan sebagai 50 Desa Terbaik dalam Ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021. 

6. Kampung Ulos di Desa Wisata Lumban Suhi-Suhi

Setiap keluarga di desa ini adalah penenun ulos, bahkan anak kecil berusia sebelas tahun pun ada yang sudah memulai menenun kain tradisional yang memerlukan waktu hingga tiga bulan untuk pembuatannya ini. 

Penenun Ulos di Lumban Suhi-suhi. (Foto: Kemenparekraf)

Jika ingin memesan kain ulos, setidaknya sampaikan kepada penenunnya untuk acara seperti apa, karena konon, ulos untuk acara pernikahan yang mendatangkan sukacita tidaklah sama dengan ulos untuk acara kematian sanak saudara yang menggambarkan kesedihan.

Sonta Situmorang, wanita berusia 70 tahun yang ditemui di desa wisata ini mengaku bahwa untuk membuat kain ulos dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Jika ada satu kesalahan dalam menenun, maka kain tak dapat dibuang, tetapi harus diulang lagi proses penenunannya dari awal. 

Sambil menenun, Sonta pun bercerita tentang asal-muasal kain ulos di masa leluhurnya di mana dahulu semua kain berwarna putih. Jika memakai pewarna, semuanya masih alami, warna kuning misalnya dari kunyit, merah dari sirih, dan hijau dari dedaunan. [Kemenparekraf]

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya