News Selasa, 12 April 2022 | 17:04

Aktivis Perempuan Tunggal Pawestri Nervous saat RUU TPKS Sah Jadi UU

Lihat Foto Aktivis Perempuan Tunggal Pawestri Nervous saat RUU TPKS Sah Jadi UU Tunggal Pawestri. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Aktivis yang kerap menyuarakan kesetaraan gender dan perempuan, Tunggal Pawestri merasa nervous saat DPR RI sudah mengesahkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi UU pada Selasa, 12 April 2022.

Pengesahan itu dilakukan melalui rapat paripurna DPR RI dipimpin langsung Ketua DPR RI Puan Maharani. Ada 8 fraksi dari 9 fraksi di DPR RI yang setuju pengesahan menjadi UU. Fraksi PKS satu-satunya yang menolak.

"Saat mendengar DPR hari ini mengesahkan RUU TPKS menjadi UU, saya merasa nervous. Rasanya campur aduk. Antara gembira, terharu, tapi juga ada sedikit kegundahan," begitu reaksi Tunggal Pawestri terlihat di akun Twitter @tunggalp. 

Dia menyebut, dirinya merasa bergembira karena Indonesia akhirnya memiliki UU yang melindungi korban kekerasan seksual.

Terharu karena ini kerja advokasi bersama yang tidak main-main, melelahkan, baik fisik dan mental, dari semua kelompok masyarakat terutama para penyintas dan pendamping korban.

"Namun sedikit gundah, karena masih harus kawal peraturan turunannya dan juga kawal RKUHP dan revisi UU ITE," ujar dia.

Baca juga:

Jaringan Aktivis Ungkap 6 Hal yang Perlu Dikawal Setelah RUU TPKS Disahkan

"Tentu saja saya harus mengucapkan selamat kepada kita semua dan juga teman-teman di sini yang sudah bantu secara giat mengamplifikasi pesan dan dukungan untuk pengesahan UU TPKS ini," imbuhnya. 

Dia lantas membeberkan sejumlah terobosan hukum dalam UU TPKS, di antaranya ada sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual diakui dalam UU ini.

Sebut diantaranya, 1. Pelecehan seksual nonfisik, 2. Pelecehan seksual fisik, 3. Pemaksaan kontrasepsi, 4. Pemaksaan sterilisasi, 5. Pemaksaan perkawinan, 6. Penyiksaan seksual, 7. Eksploitasi seksual, 8. Perbudakan seksual, dan 9. Kekerasan seksual berbasis elektronik.

Terobosan lainnya menurut Tunggal Prawesti, ada pengakuan atas imbalance power relation yang menyebabkan seseorang lebih rentan dan tak berdaya dalam banyak kasus kekerasan seksual.

Baca juga:

Mayoritas Fraksi di DPR Setuju RUU TPKS Jadi UU, PKS Pokoknya Menolak

Penyidik, penuntut umum, dan hakim yang menangani perkara tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) harus punya integritas, kompetensi, dan pernah mengikuti pelatihan penanganan perkara TPKS.

"Jika belum maka setidaknya oleh yang berpengalaman. Artinya, training menangani kasus kekerasan seksual untuk law enforcers jadi hal mandatory," jelasnya.

Berikutnya, alat bukti yang sah sudah bertambah, yakni alat bukti surat dari psikolog klinis dan atau psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa juga bisa masuk sebagai alat bukti.

Korban juga dapat didampingi oleh pendamping pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan.

Pendamping berhak mendapatkan perlindungan hukum selama mendampingi korban dan saksi dan tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas pendampingan dan pelayanannya.

Korban TPKS berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan. Juga ada aturan mengenai Dana Bantuan Korban.

Ada aturan mengenai perlindungan sementara bagi korban. "Jadi 1x24 jam setelah polisi menerima laporan maka polisi dapat memberikan perlindungan sementara selama maksimal 14 hari, di mana polisi bisa menjauhkan pelaku dari korban dan membatasi gerak pelaku," terangnya.

"Dan ini yang terpenting, aturan mengenai hak korban, keluarga korban dan saksi. Secara jelas tertulis bahwa hak korban adalah hak atas penanganan, hak atas perlindungan, hak atas pemulihan," ujarnya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya