News Kamis, 29 Februari 2024 | 21:02

Ambang Batas Parlemen 4 Persen Dibatalkan MK, Jeirry: Sudah Tepat

Lihat Foto Ambang Batas Parlemen 4 Persen Dibatalkan MK, Jeirry: Sudah Tepat Jeirry Sumampow. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Kabar terbaru dari Mahkamah Konstitusi (MK). Ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional sebagai dasar menentukan perolehan kursi partai politik peserta pemilu di parlemen, akhirnya dibatalkan.

Semula soal ambang batas atau parliamentary threshold 4 persen ini digugat oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Perludem berpendapat ketentuan ambang batas tersebut menyebabkan hilangnya suara rakyat atau besarnya suara pemilih yang tidak terkonversi menjadi kursi di DPR.

MK kemudian dalam putusannya menilai ketentuan ambang batas parlemen sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.

Pasal 414 Ayat (1) UU No 7/2017 dinilai bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2), Pasal 22E Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

MK memerintahkan untuk mengubah ketentuan ambang batas tersebut melalui revisi UU Pemilu.

Revisi tersebut sebaiknya juga dirampungkan sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.

Namun, ketentuan Pasal 414 Ayat (1) UU Pemilu yang mengatur ambang batas parlemen 4 persen tersebut masih konstitusional untuk menyelesaikan tahapan penyelenggaraan Pemilu DPR 2024. Ambang batas parlemen tidak bisa lagi diberlakukan di Pemilu 2029.

Jeirry Sumampow selaku Koordinator Komite Pemilih Indonesia menilai putusan MK tersebut sudah tepat sebab mengembalikan kedaulatan rakyat.

"Rakyat sudah memilih, maka semestinya bisa masuk parlemen. Dan itu kan juga sudah berlaku untuk Parlemen Provinsi dan Kab/Kota," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 Februari 2024.

BACA JUGA: 984 Orang Mati di Simalungun Masuk DPS, Jeirry: Dipertanyakan Profesionalitas KPU

Begitu juga sudah tepat bahwa putusan itu tidak berlaku dalam Pemilu 2024, tapi baru bisa berlaku dalam pemilu ke depan. 

Klausul itu penting sebab pemungutan suara sudah selesai dan siapa yang masuk parlemen juga sudah bisa diterka. 

Dengan demikian, tak lagi bisa digunakan untuk mengatakan bahwa putusan MK ini dibuat untuk memasukan partai tertentu ke parlemen pusat.

Namun, yang lebih penting kata dia, adalah klausul itu memberi jaminan adanya kepastian hukum, yaitu tidak boleh ada perubahan aturan di tengah tahapan sedang berlangsung, sebagaimana kontroversi putusan MK soal syarat capres cawapres yang lalu.

"Sayangnya pencabutan ambang batas itu tidak disertai dengan ketegasan tentang berapa angka ambang batas yang pas. Inilah kelemahan putusan MK ini. Tidak tuntas jadinya," kata Jeirry. 

MK menurut dia, malah masih memberikan kewenangan itu kepada DPR untuk mengaturnya dalam perubahan UU Pemilu nantinya. Mestinya MK mencabut saja dan menegaskan bahwa ambang batas parlemen itu tidak perlu lagi.

Sebab bisa saja nanti DPR akan menentukan ambang batas parlemen itu tetap ada dan bisa juga angkanya dibuat 3,5%. Jika begitu maka, tetap saja akan menghalangi kedaulatan rakyat itu.

"Menurut saya, sebaiknya ambang batas parlemen pusat ditiadakan saja. Dan soal penyederhanaan partai di parlemen yang sejak lama jadi agenda, cukup dilakukan lewat pengetatan seleksi partai politik yang ikut pemilu. Sehingga jika partai sudah lolos sebagai peserta pemilu, maka sudah dianggap layak untuk masuk parlemen," tandasnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya