Jakarta — Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyoroti pentingnya transparansi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menyampaikan data pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal ini disampaikan menyusul rilis BPS yang mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2025 mencapai 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Anis mengapresiasi capaian tersebut, terutama karena lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Triwulan I-2025 yang berada di angka 4,87 persen.
Menurutnya, sejumlah sektor utama seperti industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan menunjukkan tren positif. Dari sisi pengeluaran, konsumsi, investasi, dan ekspor juga tercatat mengalami peningkatan.
“Kami tentu senang dan mengapresiasi capaian pertumbuhan ekonomi ini, apalagi lebih tinggi dibandingkan Triwulan I-2025. Beberapa sektor utama mencatatkan pertumbuhan positif, begitu pula dari sisi pengeluaran,” ujarnya di Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
Namun, politisi Fraksi PKS ini mengingatkan adanya ketidaksesuaian antara angka pertumbuhan ekonomi yang dirilis BPS dengan sejumlah indikator ekonomi sektoral.
Ia mencontohkan perlambatan pada pertumbuhan kredit, penurunan penerimaan pajak, dan peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang justru mengindikasikan tantangan ekonomi di lapangan.
“Tidak bisa kita pungkiri bahwa dalam proses penyajian data, sering kali ada multi interpretasi jika dibandingkan dengan kondisi riil di lapangan. Jika BPS bisa meyakinkan publik melalui penjelasan yang transparan, akuntabel, dan dengan metode yang diakui, maka keraguan seperti saat ini bisa dihindari,” tegasnya.
Anis menekankan bahwa integritas data BPS adalah modal utama dalam pembangunan nasional.
Karena itu, ia mendorong lembaga statistik negara tersebut untuk membuka metadata dan metodologi perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) secara lebih terbuka.
Termasuk di dalamnya sumber data yang digunakan, pembobotan sektor, serta metode estimasi yang memungkinkan diverifikasi oleh pihak independen.
Menurutnya, langkah ini bukanlah bentuk ketidakpercayaan terhadap BPS, melainkan upaya memperkuat posisi lembaga tersebut sebagai institusi negara yang akuntabel.
“Sehingga pertanyaan publik tentang kesenjangan antara data pertumbuhan dengan indikator sektoral dapat terjawab tuntas,” tandasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan keyakinan bahwa BPS memiliki komitmen dan integritas yang telah teruji, dan harus terus dijaga demi memastikan publik menerima data ekonomi yang akurat, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan.[]