Jakarta - Ayahanda Yosua Hutabarat (Brigadir J), Samuel Hutabarat menceritakan, setelah prosesi pemakaman putranya itu di Jambi, datang sekelompok gerombolan polisi yang menggeruduk rumah duka, tanpa permisi, dan tak melepas sepatu.
"Dengan secara tiba-tiba datang gerombolan ke ruang sebelah, ke tempat adik dan keponakan dan (mereka) secara tidak ada sopan santun di situ menggeruduk, masuk pakai sepatu," kata Samuel kepada jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 1 November 2022.
Tak berhenti di situ. Setelah gerombolan polisi itu masuk ke rumah, kata Samuel, pihak keluarga Brigadir J pun diintimidasi dilarang menghidupkan ponsel. Selain itu, para polisi juga tanpa izin menutup gorden.
"Ditutup gorden. `Ini siapa? ndak boleh di sini orang lain, harus keluarga inti, hape mu juga enggak boleh dihidupkan`," ucap Samuel menirukan suara polisi itu.
"Siapa yang memimpin rombongan itu?" kata JPU kepada Samuel.
"Kalian ini ada apa? Kok masuk ke rumah orang tidak ada tata krama, ndak ada yang buka sepatu. Tetiba saya ke ruangan sebelah, gerombolan Pak Hendra datang lagi, Brigjen Hendra dari Propam Mabes Polri," jawab Samuel.
"Hendra Kurniawan betul?" tanya Jaksa.
"Iya," ujar Samuel.
Menurut Samuel, kedatangan Brigjen Hendra ialah untuk menjelaskan kronologi kematian almarhum Yosua versi tembak menembak antarpolisi di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Di sisi bersamaan, sepengingatan Samuel, di area rumahnya sudah dikepung polisi.
"Kemudian yang bapak katakan gerombolan tadi polisi semua? Berseragam semua?" tanya JPU.
"Menurut saya polisi, ndak mungkin sipil berani (geruduk), (mereka) tidak bawa senjata," kata Samuel. []