Jakarta - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan kebijakan tak biasa setelah tim khusus yang dibentuknya melakukan pemeriksaan kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat.
Sebanyak 25 anggota Polri, termasuk tiga perwira tinggi dengan pangkat bintang satu, diperiksa. Kapolri melakukan aksi bersih-bersih terhadap `tangan-tangan kotor` yang mencoreng institusi Polri.
Dalam penilaian Indonesia Police Watch (IPW), tindakan Kapolri ini seturut dengan keinginan Presiden Jokowi, yang memerintahkan agar kasus polisi tembak polisi yang menghilangkan nyawa Brigadir Yosua diproses hukum, jangan ditutup-tutupi, dan terbuka.
"Pemeriksaan personel Polri dengan pencopotan satu Irjen, dua Brigjen, lima Kombes, dua Kompol, tujuh Perwira Pertama, serta lima Bintara dan Tamtama yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tersebut, bertujuan menjaga marwah lembaga Polri yang sedang terpuruk oleh hujatan masyarakat," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis diterima Opsi, Jumat, 5 Agustus 2022
Tidak tanggung-tanggung, kata Sugeng, Kapolri Jenderal Sigit menegaskan kalau personel tersebut tidak profesional dalam penanganan TKP di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga Jakarta dan akan diperiksa secara etik. Bila ada pelanggaran pidana, maka diproses secara pidana.
IPW kata Sugeng, meminta tim khusus bentukan Kapolri yang terdiri anggota Polri senior dan peraih Adhi Makayasa untuk menerapkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap anggota polri tersebut.
"Sebab, mereka telah melakukan pelanggaran berat Kode Etik Profesi Polri (KEPP) berupa ketidakprofesionalan dalam melaksanakan tugas," tukas Sugeng.
Hal ini menurutnya, sesuai dengan tekad Kapolri Listyo Sigit yang telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/9/V/2021 tentang Pedoman Standar Pelaksanaan Penegakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri tertanggal 18 Mei 2021.
Baca juga:
Setelah Bharada E Tersangka, Giliran Ferdy Sambo Diperiksa
Kapolri selalu mengingatkan kepada bawahannya yang memimpin wilayah untuk tegas dan menegakkan hukum kepada anggota yang melanggar peraturan disiplin anggota Polri pada PP 2 Tahun 2003 dan peraturan etika Polri yang tertuang dalam Perkap 14 Tahun 2011.
Bahkan pada rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 24 Januari 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit menegaskan tidak segan-segan untuk memecat langsung anggotanya yang melakukan pelanggaran.
"Untuk melakukan perbaikan kami berkomitmen untuk terus berbenah. Kami tegaskan sekali lagi bahwa Polri, kami tidak ragu memecat 30, 50, atau 500 anggota Polri yang merusak institusi," ungkapnya ketika itu.
Komitmen ini kata Sugeng, harus terus dipegang Kapolri Listyo Sigit, saat menghadapi adanya ketidakprofesionalan dilakukan anggota Polri dalam penanganan kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Dalam Pasal 1 Angka 5 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri disebutkan, Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.
Baca juga:
Polisi Soal Bharada E: Semula Bilang Bela Diri, Kini Tersangka Pembunuh Brigadir J
Pada kasus polisi tembak polisi di rumah Irjen Ferdy Sambo tersebut dalam pandangan IPW, telah menyeret banyak anggota yang terpaksa harus diperiksa secara etik karena melakukan obstruction of justice.
"Sehingga, terjadi ketidakprofesionalan, ketidakproporsionalan dan tidak prosedural yang dilakukan terperiksa," katanya.
Padahal kata Sugeng, Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri menyatakan bahwa setiap Anggota Polri wajib setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya.
Menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri, serta menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural.
Bahkan dalam ayat 3 dikatakan, setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai bawahan wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan.
Disebutnya, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh 25 anggota Polri dalam melakukan penanganan atas kematian Brigadir Yosua sangat bertentangan dengan Pasal 13 dan 14 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Isi Pasal 13 Ayat 1 berbunyi, bahwa setiap anggota Polri dilarang mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga, dan menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan.
Sementara pada Pasal 14 ditegaskan, bahwa setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum.
Dilarang merekayasa isi keterangan dalam berita acara pemeriksaan, serta dilarang melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain. []