News Jum'at, 03 Juni 2022 | 21:06

DPR Usul UU Haji dan BPKH Direvisi untuk Antisipasi Tambahan Biaya Tak Terduga

Lihat Foto DPR Usul UU Haji dan BPKH Direvisi untuk Antisipasi Tambahan Biaya Tak Terduga Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang. (Foto:Istimewa)

Jakarta - Pemerintah Kerajaan Arab Saudi kembali membuka ibadah haji tahun 1443 H/ 2022 M untuk jemaah di luar masyarakat lokal, usai 2 tahun tidak terselenggara karena pandemi. Indonesia mendapat kuota 105.000 jemaah. 

Namun, setelah semua persiapan dan kebijakan untuk menyukseskan penyelenggaraan haji diketok pemerintah dan DPR, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengeluarkan aturan baru, salah satunya terkait paket layanan di Masyair, baik Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang mengatakan setelah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan yang betul-betul menyulitkan masyarakat Indonesia dalam pembiayaan haji, maka harus ada perubahan aturan keuangan haji. 

Di antaranya, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji atau Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Hal ini disampaikan Marwan saat menjadi narasumber dalam Dialektika Demokrasi bertajuk `Persiapan Ibadah Haji 1443 H` di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Kamis, 2 Juni 2022.

"Saya melihat keuangan haji kita dengan sistem Arab Saudi yang sekarang harus ada revisi undang-undang, baik di UU Haji dan BPKH. Kalau mengikuti visinya Saudi tentang 2040, itu banyak hal yang tidak terduga kebijakan masa-masa yang akan datang. Maka harus ada pasal-pasal yang dibuat (dalam UU Haji) untuk mengantisipasi itu," kata Marwan seperti dikutip pada Jumat, 3 Juni 2022.

Dia mengatakan, Komisi VIII DPR RI akan melakukan identifikasi pasal-pasal yang menghambat dan pasal-pasal yang perlu diganti, untuk mengantisipasi kejadian tersebut terulang kembali. 

"Kalau tidak kita antisipasi, saya khawatir keuangan haji ini kolaps. Sekarang jemaah kita baru 100.051 yang berangkat, itu kita memakai total semuanya baik yang dari Jemaah. Uang daftar haji itu kan baik optimalisasi nilai manfaat, nilai efisiensi itu kita memakai kira-kira hampir Rp 10 triliun, kalau dikalikan 2, berarti Rp 20 triliun yang akan kita pakai nanti," ujarnya.

Karena itu, kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, pemerintah dan BPKH perlu diwanti-wanti agar harus menyiapkan sistem baru tentang keuangan haji. 

Jika tiba-tiba, lanjutnya, ke depan Indonesia mendapatkan jatah haji misalnya 300 ribu jemaah, maka uangnya tidak cukup. Nilai manfaat selama setahun dilaporkan Rp 10 triliun, tapi kalau ada 300 ribu jemaah ribu kebutuhannya akan mencapai Rp 12 triliun. 

"Apa mungkin nanti BPKH tiba-tiba tahun depan bisa menghasilkan Rp 15 triliun, harus kita cari pasal mendorong BPKH untuk bisa mendapatkan Rp 15 triliun," tuturnya.

Kemudian dari sistem haji, dia mengatakan perlu dibuatkan perubahan, seperti setoran awal bukan bukan lagi Rp 25 juta tapi harus lebih. 

"Menyentuh persoalan mungkinkah kita naikkan ongkos haji, ini mau tidak mau harus dilakukan. Kalau tidak nanti akan akan ada pertanyaan, apakah itu istito`ah, umpamanya ongkos haji Rp 90 juta dibayar oleh jemaah Rp 40 juta, kemudian Rp 50 juta lagi disubsidi, ini istito`ah atau tidak," kata dia.

"Kita berkomitmen dengan pemerintah, segera setelah pelaksanaan haji ini kita akan mendekati tentang paling tidak (revisi) undang-undang yang dua ini, harus kita bedah kembali (untuk) mengantisipasi hal serupa terjadi lagi," sambungnya. 

Legislator dapil Sumatra Utara II itu mengatakan, setelah pelaksanaan ibadah haji tahun ini, Komisi VIII DPR RI dan pemerintah berkomitmen untuk membahas tata cara dan aturan yang dibuat Arab Saudi.

Selain itu, Marwan mendorong Pemerintah Indonesia bersama negara-negara Islam lainnya untuk melakukan negosiasi kepada Pemerintah Arab Saudi. 

Tujuannya agar negara-negara pengirim jemaah haji dilibatkan dalam pembahasan aturan pelaksanaan haji. Bukan hanya soal hukum-hukum haji, tapi juga terkait pembiayaan. 

"Jadi, ketika muncul aturan baru soal biaya haji, negara-negara itu cepat mengetahuinya," ucap Marwan.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya