Jakarta - Aktivis sosial politik dan hukum, Ferdinand Hutahaean menilai Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi merupakan pejabat negara yang gila hormat.
Hal itu diungkapkan Ferdinand merespons perlakuan Edy Rahmayadi kepada Pelatih Biliar Sumut, Khairuddin Aritonang alias Coki.
Seperti diketahui, Gubernur Sumut itu menjewer dan mengatai sontoloyo serta mengusir Coki karena tidak tepuk tangan.
Tindakan arogansi itu dilakukan saat Edy Rahmayadi menyampaikan sambutan dalam acara penyerahan bonus kepada atlet dan pelatih berprestasi PON XX Papua, Senin, 27 Desember 2021.
"Secara umum kalau kita lihat, ini kan pejabat yang gila hormat. Padahal kesalahan yang dilakukan oleh korban ini tidak terlalu prinsip. Dia hanya tidak ikut tepuk tangan karena mungkin dia lelah, ngantuk, atau tertidur. Tapi dia harus dijewer, dan itu sungguh keterlaluan," kata Ferdinand dihubungi Opsi, Selasa, 29 Desember 2021.
Dia berharap, Gubernur Edy dapat mengevaluasi dirinya sendiri dalam menyikapi persoalan-persoalan semacam itu.
Menurutnya, bisa saja pada saat itu Coki sedang kelelahan sehingga untuk bertepuk tangan saja tidak lagi bersemangat.
"Saya pikir Edy Rahmayadi harus mengevaluasi dirinya sendiri dalam hal-hal seperti ini. Dia tidak boleh arogan. Tapi bisa ditanya dulu kenapa. Jangan-jangan ada masalah gangguan kesehatan atau bagaimana, sehingga korban menjadi kelelahan atau tertidur," ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, tidak sepantasnya Edy Rahmayadi mempermalukan Pelatih Biliar Sumut itu di depan khalayak ramai.
"Tapi (Edy Rahmayadi, red) tidak perlulah mempermalukan di tempat umum, dijewer, kemudian disuruh keluar. Ini tidak elok sama sekali," tuturnya.
Lebih lanjut, Ferdinand menyarankan agar Edy Rahmayadi berbesar hati menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada Coki dan khususnya masyarakat Sumatera Utara.
"Saya pikir Edy Rahmayadi harus minta maaf kepada korban dan minta maaf secara terbuka kepada penduduk Sumut yang menjunjung etika dan budaya yang sangat tinggi," ucap Ferdinand Hutahaean.[]