Medan - Sejarawan dari Universitas Negeri Medan (Unimed) Prof Ichwan Azhari, mengajak siapa saja yang mau ikutan wisata hutan kapur di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatra Utara.
Hutan kapur ini merupakan hutan purba warisan dunia. Di dalamnya, ada gudang ilmu pengetahuan.
Itu disampaikan Prof Ichwan di dinding halaman Facebooknya, Selasa, 19 Juli 2022. Opsi.id mengutip status sejarawan tersebut.
"Hutan yang potensial segera diusulkan jadi warisan dunia kata peneliti hutan Dr. Aswandi Anas yang menjelajah dan terkejut melihat ke dalam hutan ini," ungkapnya.
Hutan kapur, produknya dikenal ribuan tahun dalam peradaban Timur Tengah, Kapur, Kafura, disebut dalam Al Quran.
"Kini sudah dapat berwisata minat khusus ke sana. Yang minat ikutan wisata hutan purba ini, pendaftaran di link terlampir," lanjutnya.
Sebelumnya, rombongan jelajah hutan kapur sudah dilakukan dan menyusul pada 30 Juli 2022 dan 6 Agustus 2022.
Disebutkannya, jarak hutan kapur tersebut dari Kota Salak, ibu kota Kabupaten Pakpak Bharat sekitar 35 kilometer. Panitia menyiapkan kendaraan khusus type 4x4 untuk transportasi ke lokasi.
Prof Ichwan turut menautkan video dan foto ketika rombongannya melakukan perjalanan ke hutan kapur tersebut.
Dalam salah satu video, disebutkan rombongan menemukan sebuah pohon sangat besar. Berdiameter dengan ukuran pelukan sebanyak enam orang dewasa.
"Kita tidak tahu berapa usia pohon ini, tetapi ketika dirangkul memerlukan enam orang. Tingginya juga tidak diketahui, puluhan meter ke atas," katanya.
Pohon Purba
Diketahui, Pakpak Bharat dikenal dengan kapur, dan kemenyan. Keduanya merupakan tanaman potensial yang juga memiliki nilai sejarah kuat bagi Pakpak Bharat atau Bumi Simsim serta memiliki nilai jual yang tinggi.
Hanya saja potensi tanaman tersebut dinilai belum dapat dikembangkan secara optimal baik dari sisi budidayanya ataupun dalam bentuk produk turunan.
Baca juga:
Melihat Air Terjun Kembar dan Ritual Bercocok Tanam di Pakpak Bharat Sumut
"Kami berharap keberadaan kayu kapur dan kemenyan yang ada di wilayah kita ini dapat juga dijadikan sebagai lokasi wisata alam dan lokus penelitian, dan untuk ini kami sangat berharap banyak adanya dukungan dari semua pihak," kata Bupati Pakpak Bharat Franc Bernhard Tumanggor saat berada di Sapo Merarih, Desa Traju, Kecamatan Siempat Rube pada Sabtu, 2 Juli 2022 lalu.
Ketika itu digelar pelatihan pembuatan parfum berbahan dasar kapur, kemenyan, nilam, dan serai wangi.
Salah satu penghasil kapur berada di kawasan hutan Kecamatan Pagindar, Kabupaten Pakpak Bharat.
Rombongan Bupati Pakpak Bharat di Hutan Kapur pada Minggu, 3 Juli 2022. (Foto: Pemkab Pakpak Bharat)
Bupati Franc pada Minggu, 3 Juli 2022 sudah membawa rombongan tim peneliti dan tenaga ilmiah serta tim dari Dinas Kehutanan Sumatra Utara ke lokasi.
Ini merupakan bagian dari upaya penyelamatan hutan kapur dan kemenyan menuju geopark internasional yang dibentuk atas kerja sama Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat dengan Universitas Negeri Medan.
Ribuan pohon kapur dan kemenyan memang masih tersimpan di kawasan ini dan ditengarai akan mengalami kepunahan bila tidak dijaga dan dilestarikan.
Pihaknya kata Bupati Franc, selain memperkenalkan keberadaan dan potensi kayu kapur dan kemenyan yang banyak ditemui di wilayah tersebut, ke depan dijadikan sebagai kawasan dan destinasi wisata alam.
Dia mengatakan, dengan adanya kerja sama akan bisa lebih mengangkat serta menambah nilai ekonomi masyarakat.
"Kita ketahui bersama dari sejak lama bahwa kayu kapur dan kemenyan dari Pakpak Bharat sudah dikenal dunia sejak ribuan tahun lalu. Ini bisa dibuktikan dengan adanya jejak perdagangan kuno di Barus dengan komoditi perdagangan utama berupa kapur, kemenyan, ombil, dan sebagainya yang notabene berasal dari Pakpak Bharat saat ini," ungkapnya.
Prof Umar Zein, salah seorang peneliti yang ikut dalam rombongan ini mengungkapkan rasa takjub dan kagum atas keberadaan pohon-pohon purba ini.
"Sungguh seperti mimpi saja rasanya, menyaksikan ribuan pohon purba yang telah melegenda sejak ribuan tahun lalu," ucap dia di lokasi.
Kayu kapur merupakan jenis kayu perdagangan dan juga menghasilkan produk non kayu berupa getah kristal yang populer dengan sebutan kapur atau kamper serta minyak kapur yang populer disebut ombil.
Bersama kemenyan, komoditi ini telah lama menjadi incaran para pedagang dunia karena memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi.
Dalam kisah perdagangan kuno, kapur dan kemenyan ini menjadi salah satu komoditi yang paling diminati di berbagai belahan dunia termasuk Mesir yang konon menggunakan kapur dan kemenyan sebagai bahan pengawet pada mumi. []