Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak KPK menerapkan sikap transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum laporan IPW terhadap Wamenkumham EOH sejak Maret 2023 hingga saat ini yang tidak ada kejelasan penanganannya. Terutama, penjelasan pada pelapor dalam hal ini IPW .
Sugeng Teguh Santoso selaku Ketua IPW dalam keterangan tertulis mengatakan, prinsip transparansi dan akuntabilitas kinerja KPK sendiri dipertanyakan oleh publik setelah kasus dugaan tindak pidana korupsi terhadap seorang pimpinan KPK Firli Bahuri mencuat.
Di mana Polda Metro secara profesional meningkatkan penyelidikan ke penyidikan terkait pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan pada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
"IPW melihat KPK tidak transparan dan akuntabel dalam memproses laporan tipikor yang disampaikan oleh masyarakat pada KPK," kata Sugeng, Selasa, 7 November 2023.
Lebih jauh kata dia, publik melihat bahwa KPK dapat dinilai mengangkangi kewenangan penegakan hukum korupsi dengan menunjukkan pada publik urusan penanganan kasus korupsi di KPK adalah urusan KPK sendiri dan tidak peduli pada harapan publik yang menginginkan keterbukaan sehingga publik tidak perlu tahu proses perkembangan laporan yang disampaikan.
KPK tidak menerapkan keterbukaan proses hukum atas laporan masyarakat sehingga masyarakat harus berusaha sendiri mempertanyakan perkembangan laporan tipikor yang disampaikan tanpa mendapatkan layanan yang layak.
Bahkan dalam laporan IPW terhadap Wamenkumham EOH menjadi pertanyaan akuntabilitas KPK karena ada isu dihambatnya penetapan tahap penyidikan di KPK oleh direktur Penyidikan KPK Brigjen Endar Priantoro dengan menahan dibuatkannya laporan terjadinya Tindak Pidana Korupsi.
BACA JUGA: Koalisi Sipil Ingatkan KPK Tiga Peristiwa Dugaan Korupsi yang Melibatkan Wamenkumham
Padahal kata Sugeng, laporan terjadinya Tindak Pidana Korupsi adalah tugas direktorat penyelidikan KPK untuk membuatnya setelah proses penyelidikan menemukan peristiwa pidana Tipikor.
"Info yang beredar Brigjen Endar Priantoro menahan pembuatan laporan tersebut dengan alasan karena berjasanya EOH pada Polri sebagai saksi ahli adalah mengada ada," ujarnya.
Oleh sebab itu ujar Sugeng, kalau benar isu tersebut maka justru Brigjen Endar Priantoro sebagai polisi yang ditugaskan oleh institusi Polri di KPK telah mencoreng nama baik polri.
Sehingga IPW mendesak KPK membuatkan laporan perkembangan proses hukum tipikor atas laporan masyarakat secara berkala sebagai akuntabilitas kinerja.
Karena gaji pegawai KPK dibayar dari APBN yang berasal dari masyarakat melalui pajak.Tanpa transparansi dan akuntabilitas kerja pada publik maka potensi penyimpangan kewenangan untuk kepentingan tertentu yang bisa saja sifatnya pribadi dan atau melayani permintaan pihak pihak tertentu yang melanggar hukum akan terjadi.
"KPK dapat mencontoh soal transparansi pada pelapor dengan melihat model SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan/ Penyidikan) yang diterbitkan oleh Polri dalam proses perkara pidana," terangnya. []