Jakarta - Koalisi sipil anti korupsi dan anti kriminalisasi atau Koalisi Sipil merespons pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang akan mengklarifikasi Wamenkumham Edward Omar Sharief Hiariej dalam penyelidikan perkara dugaan korupsi terkait dugaan gratifikasi Rp 7 miliar.
Koalisi Sipil dalam siaran persnya mengingatkan, bahwa laporan Ketua IPW kepada KPK adalah terkait dugaan korupsi atas tiga peristiwa yang diduga pidana korupsi.
Pertama, penerimaan dana Rp 4 miliar pada April dan Mei 2022 melalui asisten pribadi Wamenkumham, berinisial YAR terkait konsultasi hukum.
Keuda, penerimaan tunai 200 ribu USD dari pengusaha HH yang diterima oleh asisten pribadi Wamenkumham, berinisial YAR terkait pengesahan badan hukum.
Ketiga, peristiwa dugaan korupsi permintaan Wamenkumham melalui chat tanggal 25 Juli dan 26 Juli 2022 kepada pengusaha HH untuk posisi Komisaris Wamen yang diminta diwakili oleh dua asprinya, YAM dan YAR yang kemudian diwujudkan jabatan komisaris berdasarkan akta notaris F. SH No. 09 tanggal 14 September 2022.
Dimana YAM masuk sebagai komisaris PT CLM dan dilanjutkan dengan pembayaran honor Rp 240.000 pada 31 Oktober 2022 sebagai honor komisaris untuk bulan September dan Oktober 2022.
BACA JUGA: Laporkan Dugaan Korupsi Wamenkumham, Ketua IPW Berikan Keterangan di KPK
Koalisi mendesak KPK melakukan klarifikasi seluruh fakta yang dilaporkan oleh IPW dan didalami secara komprehensif karena IPW telah menyerahkan bukti-bukti lengkap saat klarifikasi oleh tim klarifikasi KPK.
Koalisi Sipil merasa janggal kalau yang diperiksa hanya soal dugaan aliran Rp 7 miliar saja. Bila klarifikasi KPK hanya terkait aliran Rp 7 miliar dan tidak dikembangkan pada soal permintaan klarifikasi atas permintaan posisi komisaris PT CLM oleh Wamen EOSH pada pengusaha HH, maka hal tersebut diduga akan menutup upaya pengungkapan dugaan korupsi pada Wamen EOSH.
Koalisi berpendapat penempatan dua orang aspri yang merupakan non-ASN, salah satunya adalah advokat, oleh Wamen EOSH sebagai modus untuk memudahkan KKN dalam pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU NO. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan itu merusak citra Kemenkumham.
Karena itu kata koalisi, Menteri Yasonna Laoly harus menghentikan atau memecat dan melarang dua orang aspri wamen untuk ikut berkantor di Kemenkumham.
"Bagaimana aspri itu masih punya nama baik kalau difungsikan sebagai bagian dari kepanjangan tangan atau kroni dari wamen untuk memperkuat KKN di lingkungan Kemenkumham. Ini benar-benar mencoreng wajah Kemenkumham," tukas Petrus Selestinus, salah seorang bagian koalisi. []