Hukum Sabtu, 27 Agustus 2022 | 13:08

Jangan Cuma Sambo, Gengnya yang Terbukti Langgar Kode Etik Harus Dipecat

Lihat Foto Jangan Cuma Sambo, Gengnya yang Terbukti Langgar Kode Etik Harus Dipecat Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (tengah) berjalan keluar ruangan usai mengikuti sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Divisi Propam Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 26 Agustus 2022. (foto: Antara/ M Risyal Hidayat).
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Sidang Komisi Kode Etik Polri atau KKEP yang diketuai Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri sudah memutuskan untuk memberhentikan secara tidak hormat atau PTDH Irjen Ferdy Sambo dari kepolisian.

Diputuskan pada Jumat, 26 Agustus 2022 dini hari, secara bulat oleh lima anggota Komisi Kode Etik Polri atau KKEP berisi dua jenderal bintang tiga dan tiga jenderal bintang dua.

Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan atau TAMPAK semula yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh Irjen Ferdy Sambo dan Bharada RE pada 8 Juli 2022 lalu ke Divisi Propam Polri.

Terhadap putusan KKEP pada Jumat kemarin, Judianto Simanjuntak selaku narahubung TAMPAK mengatakan, meski terlambat namun putusan pemberhentian Irjen Ferdy Sambo sebagai anggota Polri merupakan putusan yang tepat, beralasan, dan berdasar. 

Hal ini kata dia, menjadi sanksi tegas kepada Irjen Ferdy Sambo sebagai anggota Polri yang pada saat terjadi pembunuhan Brigadir Yosua mempunyai jabatan yang tinggi, yakni Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal (Irjen), Jenderal Bintang 2.

Baca juga:

Paradoks Ferdy Sambo: Ajukan Mundur, Dipecat dari Polri, Kini Ajukan Banding

"Hal ini juga sebagai pembelajaran bagi semua anggota Polri ke depan supaya tidak melakukan hal yang sama melakukan pelanggaran Kode Etik Polri," kata dia dalam keterangan tertulis diterima Opsi pada Jumat, 26 Agustus 2022 malam. 

Anggota Polri kata Judianto, harus benar-benar melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pelindung, pengayom, dan penegak hukum demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

"Sehubungan dengan itu, karena kasus pembunuhan Brigadir Yosua melibatkan 97 orang anggota Polri, maka dalam hal ini TAMPAK mengharapkan Kapolri memberikan sanksi pemberhentian secara tidak hormat kepada anggota Polri lain yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik Polri," katanya. 

Selain itu imbuh Judianto, juga agar dilakukan proses hukum secara pidana. Hal ini karena para pelaku menghalangi proses hukum kasus (obstruction of justice), yang merupakan tindak pidana. 

Obstruction of Justice?

Secara umum, obstruction of justice adalah perbuatan sengaja dan diketahui pelaku dengan sadar untuk menghambat dan menghalang-halangi proses hukum. 

"Jadi memang aktivitas untuk mengelabui fakta yang sesungguhnya sudah disusun skenario untuk mengaburkan fakta-fakta hukumnya," terang advokat Saddan Sitorus dimintai pendapatnya, Sabtu, 27 Agustus 2022. 

Baca juga:

Sosok 5 Jenderal Polisi yang Bulat Memecat Ferdy Sambo

Saddan mengatakan, obstruction of justice ada diatur dalam hukum Indonesia, yakni terdapat dalam Pasal 221 ayat 1 dan 2 Juncto Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999.

"Secara umum dijelaskan tindakan OJ adalah, agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang sudah diketahui pelaku dan ketika proses pemeriksaan di kepolisian atau lebih luas dalam proses penegakan hukum bisa terhindar dari jerat hukum," terangnya.

Contoh dari obstruction of justice itu sendiri dalam perkara-perkara pidana, seperti menghilangkan alat bukti, pengaburan fakta/kronologis, tidak kooperatif saat dilakukan pemeriksaan, dan mengintervensi proses pemeriksaan.

"Akibatnya, penanganan perkara bisa tertunda dan jika tidak dikupas tuntas secara hukum akan ada produk hukum yang menguntungkan pelaku," tandas dia.

Sebagaimana diketahui di awal, kronologis kematian Brigadir Yosua di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, telah direkayasa. 

Rilis dari Polres Metro Jakarta Selatan pada 11 Juli 2022 menyatakan, bahwa tewasnya Brigadir Yosua disebabkan tembak-menembak antara Brigadir Yosua dengan Bharada E. 

Kepolisian dalam keterangan tersebut menyebutkan tembak-menembak terjadi karena Brigadir Yosua melakukan pelecehan seksual dan penodongan senjata terhadap Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo. 

Belakangan kemudian kasus pelecehan seksual dan penodongan senjata dihentikan Bareskrim Polri, yang sebelumnya menarik kasus dari Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.

Sejak ditangani Bareskrim Polri penanganan kasus pembunuhan Brigadir Yosua mengalami kemajuan dengan menetapkan lima orang  tersangka, termasuk Irjen Ferdy Sambo sebagai dalang pembunuhan dan Putri Candrawathi. 

Baca juga:

TAMPAK Tegaskan Ferdy Sambo Layak Dipecat dari Polri

Empat perkara tersangka, yakni Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, dan KM bahkan sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung RI.

Sedangkan upaya menghalangi penyidikan kasus ini karena Irjen Ferdy Sambo menghilangkan sejumlah barang bukti, di antaranya CCTV, pakaian korban saat terjadi pembunuhan, dan yang lain.

Kasus pembunuhan Brigadir Yosua  melibatkan puluhan anggota Polri termasuk perwira tinggi dan perwira menengah, karena terlibat merekayasa kasus dan menghalangi proses hukum.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI pada Rabu, 24 Agustus 2022 menyebutkan, ada 97 orang anggota Polri diperiksa dan 35 orang diduga melanggar kode etik dan profesi. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya