Jakarta - Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana, Bali, menerapkan keadilan restoratif atau restorative justice dalam kasus pencurian dompet seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat berinisial NJ.
Dikutip dari berbagai sumber, kasus ini bermula ketika pelaku berinisial HP nekat mencuri tas milik WNA Amrik itu pada medio Juni 2022 lalu di Medewi, Kecamatan Pekutatan, Jembrana. Di dalamnya, ada dompet berisi uang Rp 300.000. HP mencuri karena terhimpit ekonomi untuk membeli beras dan popok anaknya.
Kepala Kejari (Kajari) Jembrana Salomina Meyke Saliama menjelaskan, penerapan restorative justice itu pun dilakukan atas dasar permintaan korban NJ yang mendatangi Kejari Jembrana, Selasa, 30 Agustus 2022 kemarin, sehingga kasus ini dihentikan penuntutannya.
"Tersangka ini melakukan tindak pidana pencurian dompet milik WNA yang sedang berlibur. Alasannya untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti beli beras dan popok anaknya. Dan setelah kita mediasi, si korban akhirnya memaafkan pelaku dan berakhir damai," kata Salomina Meyke Saliama dikutip dari Tribunnews, Rabu, 31 Agustus 2022.
Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat berinisial NJ (kiri) dan pelaku HP (kanan). (foto: istimewa).
Dia melanjutkan, Kejari Jembrana hanya menjadi fasilitator dalam pertemuan mediasi tersebut. Menurut Salomina, NJ tidak ingin perkara Tindak Pidana Pencurian yang melanggar Pasal 362 KUHPidana itu dilanjutkan hingga berujung HP dipenjara dalam waktu lama.
"Karena dasar pertimbangan korban (NJ) kasihan dengan tersangka yang anaknya masih kecil-kecil. Korban meminta persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan melalui kita di Kejaksaan Negeri Jembrana," ujar Salomina dikutip dari nusabali.com.
Salomina Meyke menjelaskan, pihaknya pun sepakat menggelar mediasi, karena semua syarat terpenuhi untuk penerapan restorative justice dalam perkara ini. Di antaranya kerugian yang tidak melebihi Rp 2,5 juta.
Kemudian, kata dia, tersangka juga baru pertama kali melakukan tindak pelanggaran hukum, dan terpenting korban NJ telah memaafkan tindakan pelaku HP.
"Poin pentingnya adalah korban yang sudah memaafkan pelaku. Kemudian korban juga tak ingin melanjutkan perkara ini karena melihat kondisi korban. Sehingga jaksa menerapkan restorative justice," kata Salomina memungkasi. []