Bekasi - Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama menyusun Standar Kompetensi Lulusan pada Lembaga Pendidikan Al-Qur’an.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghafur mengatakan, Pendidikan Al-Quram tidak boleh berhenti hanya kepada literasi membaca dengan benar, tapi meski masih tingkat bawah, anak-anak mulai diajarkan isi. Standar isi justru harus didahulukan sebelum standar kelulusan.
Menurut Waryono, target pertama dalam Pendidikan Al-Qur’an adalah paham terhadap apa yang dibaca. Lulus belum paham akan jadi tragedi karena kesalahan dalam memahami. Dan perlu ditekankan juga untuk masing- masing marhalah harus ada. Sehingga anak didik dengan pemahaman tertentu dapat dinyatakan lulus.
Misalnya, seorang anak sudah mampu membaca dengan lancar, akan tetapi anak tersebut relatif belum memadai pemahamannya, maka belum dapat dinyatakan lulus.
“Hal ini dilakukan supaya tidak menjadi tertuduh, belajar Al-Qur’an kok malahan menyimpang atau bahkan melakukan pelecehan seksual. Hal ini merupakan bagian dari pembelajaran yang dalam praktiknya menciderai praktik Pendidikan Al-Qur’an,” katanya di Bekasi, Kamis 7 Juli 2022.
Di hadapan para peserta, Waryono menegaskan bahwa apabila nanti Pendidikan Al-Qur’an didesain berjenjang, jangan sampai dalam kurikulumnya tautologi, seperti dalam materi fiqih yang sudah ada selama ini.
"Misalnya, belajar Kitab Safinah tentang Thaharah. Naik ke jenjang berikutnya dengan maraji` kitab Fathul Qarib, maka pembahasannya Thaharah lagi. Hal serupa ketika jenjang berikutnya lagi dengan kitab Fathul Wahab, Thaharah lagi, meskipun dengan sedikit perluasan,” jelas mantan Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Waryono berharap Pendidikan Al-Qur’an didesain agar para peserta didik dapat memahami Al-Qur’an secara kontekstual. Pesan universal dalam Al-Qur’an harus diajarkan terlebih dahulu mulai dari tingkat Pendidikan Al-Qur’an paling bawah sampai ke tingkat atas itu harus sama.
Pengajaran secara tafsili harus, tapi pesan universal harus diperoleh. Misalnya, bahwa Al-Qur’an ini adalah untuk kemaslahatan manusia, maka ketika anak-anak bertengkar atau melakukan kekerasan dengan saudaranya walaupun berbeda agama adalah bertentangan dengan nilai universal Al-Qur’an.
Kegiatan penyusunan standar kompetensi lulusan ini dilaksanakan selama tiga hari, 6-8 Juli 2022. Kasubdit Pendidikan Al-Qur’an, Mahrus mengatakan perumusan standar kompetensi lulusan Pendidikan Al-Qur’an merupakan bagian penting untuk menjaga kualitas pembelajaran Al-Qur’an.
“Subdit Pendidikan Al-Qur’an saat ini sedang fokus merumuskan standar kompetensi lulusan dan penjenjangan dalam Pendidikan Al-Qur`an. Hal ini dilakukan agar semakin jelas lulusan Pendidikan Al-Qur’an mampu menempatkan diri sesuai dengan levelnya,” lanjut alumni Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta ini.
Baca juga:
Harapan Bupati Nina Agustina Kepada Nok Nang Indramayu Terpilih
Survei: Publik Berharap Jokowi Pilih Cawapres untuk Dampingi Prabowo di Pilpres 2024
Mahrus, menambahkan bahwa kegiatan ini juga diharapkan mampu merumuskan kalender Pendidikan Al-Qur’an yang nantinya akan digunakan secara nasional.
Penyusunan standar kompetensi lulusan Pendidikan Al-Qur’an ini diikuti oleh praktisi Pendidikan Al-Qur’an di Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Hadir sebagai narasumber, Andi dari Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non Formal (PNF) pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek. KH. Saifullah Ma’shum (Ketua Jamiyah Qurra wal Huffadh NU), Syaifudin (Ketua FKPQ), dan Andi Rahman (Dekan Fak Ushuluddin PTIQ).
Rumusan kegiatan ini akan melengkapi regulasi terkait pendidikan Al-Qur`an yang sudah ada sebelumnya. []~