Pilihan Selasa, 20 September 2022 | 14:09

Mengungkap 4 Alasan Warga Cilegon Menolak Pendirian dan Pembangunan Gereja

Lihat Foto Mengungkap 4 Alasan Warga Cilegon Menolak Pendirian dan Pembangunan Gereja Ketua Umum Generasi Muda Mathla'ul Anwar, Ahmad Nawawi. (Foto: Opsi)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Maarif Institute memiliki data bahwa secara demografis terdapat lima agama yang dianut oleh masyarakat Kota Cilegon, Banten.

Islam sebesar 97 persen, Protestan 0,84 persen, Katolik 0,77 persen, Hindu 0,26 persen, dan Buddha 0,16 persen. 

Dari kelima agama itu tak ada satupun rumah ibadah selain untuk pemeluk agama Islam. 

Jumlah masjid 381, musala 387, sementara Gereja Protestan, Gereja Katolik, Pura, dan Wihara jumlahnya nihil alias zero.

Ketua Umum Generasi Muda Mathla`ul Anwar, Ahmad Nawawi mengungkap ada empat faktor penyebab sulitnya pembangunan rumah ibadah non-muslim, terutama gereja di Kota Cilegon.

Pertama adalah faktor sejarah, kondusifitas, administrasi, dan kekhawatiran program mempengaruhi umat, seperti kristenisasi.

Hal itu diungkap Nawawi saat menjadi pembicara dalam seri dialog Opsi Media TV bertajuk `Quo Vadis Toleransi Beragama? Pandangan Pemuda Lintas Agama` pada Senin, 19 September 2022 sore. 

Di mula berbicara, dia menyebut secara nasional kehidupan beragama Indonesia sudah baik. Tapi memang di kasus tertentu muncul tidak hanya dari luar muslim, di muslim sendiri juga mengalami hal-hal yang sifatnya ada hambatan, seperti pembangunan masjid di Manado.

Di mana ini menurut dia menjadi keprihatinan bersama. Awalnya ada penolakan, kemudian akhirnya pembangunan rumah ibadah tidak bisa berjalan.

Sebagai contoh dialami umat Kristiani, cukup kesulitan untuk melaksanakan ibadah Natal di Sumatera Barat.

"Kemudian hari ini terjadi justru di Banten," kata dia.

Padahal, Banten menurut dia, adalah tempat lahirnya ormas Islam moderat, artinya masyarakat Banten itu masyarakat yang menghargai pluralisme dan keberagaman.

"Jadi kalau hari ini yang kita tahu misal terjadi penolakan pendirian rumah ibadah, itu karena ada beberapa alasan," terangnya.

Baca juga:

Banyak Kepala Daerah Takut terhadap Kelompok Intoleran Meski Jumlahnya Kecil

Pertama soal administrasi yang dianggap belum memenuhi syarat. Kemudian faktor sejarah.

Dulu antara para ulama di Kabupaten Serang dengan perusahaan baja Krakatau Steel yang berdiri, ada kesepakatan tidak ada rumah ibadah selain rumah ibadah umat Islam. 

"Nah yang ketiga ini dari aspek kondusifitas, itu yang disampaikan oleh mereka-mereka yang menolak," terangnya. 

Baca juga:

Maarif Institute Tegaskan Wali Kota Cilegon Langgar UUD 45 Karena Tolak Pendirian Gereja

Dari sisi administratif, minimal ada 90 keluarga yang memang bertempat tinggal di wilayah tersebut memerlukan rumah ibadah, diperkuat 60 keluarga yang memang di wilayah sekitar rencana pembangunan ibadah dan sudah memberikan dukungan. 

"Saya pikir itu hal yang memang bisa dipenuhi ya seharusnya," katanya.  

Nawawi menyampaikan dan menegaskan, pihaknya sedikit berbeda pandangan dengan saudara-saudaranya di Kota Cilegon. 

Kalau bicara faktor kesejarahan, ini boleh dilihat tetapi semua pihak perlu melihat ke depan, perlu melihat ke masa depan.

Flyer Diskusi Opsi Media TV. (Foto: Opsi)

"Tidak bisa dipungkiri bahwa saudara-saudara kami yang di luar Islam juga hidup berdomisili dan bekerja di Cilegon," ungkapnya.  

Fakta hari ini kata dia, hampir mendekati 5.000 warga masyarakat beragama Kristen di Kota Cilegon yang memang memerlukan rumah ibadah. 

"Karena yang kami dengar juga bahwa selama ini untuk melaksanakan ibadah itu harus ke Kota Serang, ini juga perlu kita bedah bersama," tuturnya.

Cilegon itu dulunya adalah wilayah Kabupaten Serang. Di mana Serang membolehkan dibangunnya rumah ibadah agama lain.

Kalau kemudian alasan kondusifitas, ujar dia, hidup bernegara ini punya UUD 45 dan Pancasila. 

"Semua tentang kehidupan bernegara, tentang toleransi itu sudah termasuk di dalam Pancasila, di dalam UUD 45. Kalau kita punya kesadaran tinggi untuk hidup menjunjung nilai-nilai toleransi, tidak ada persoalan, ketika ada saudara kita dari umat agama lain mendirikan rumah ibadah," tukasnya.

"Apa sih yang ditakutkan ketika ada saudara kita misal mendirikan gereja, apakah otomatis nanti saudara-saudara kita yang di sekitar gereja ini akan terpengaruh untuk menganut agama lain, kan juga tidak," tandasnya.

Dari posisi lain, dia mengungkap dan menyampaikan memang ada kekhawatiran dari masyarakat Islam di Kota Cilegon, khawatir adanya semacam program kristenisasi

"Ini juga perlu disampaikan, artinya bahwa memang ketika umat Kristen mendirikan gereja yaitu untuk beribadah. Tidak ada yang namanya program untuk mempengaruhi orang di luar Kristen untuk diajak masuk ke agama Kristen. Itu mungkin salah satu kekhawatiran juga," bebernya. 

Nawawi kemudian mendorong ada ruang mediasi, ruang diskusi, dan ruang forum silaturahmi antara pemerintah daerah dan masyarakat yang difasilitasi oleh Kementerian Agama dengan panitia pembangunan gereja. 

"Bahwa memang umat Kristen mendirikan gereja untuk ibadah, tidak ada di luar itu," tukasnya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya