Pilihan Jum'at, 20 Januari 2023 | 14:01

Opini: Gaduh NasDem-Demokrat-PKS, Rapuh atau Siasat Cari Perhatian Publik?

Lihat Foto Opini: Gaduh NasDem-Demokrat-PKS, Rapuh atau Siasat Cari Perhatian Publik? Sutrisno Pangaribuan. (Foto: Facebook)

*Oleh: Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (KORNAS)

Sejak dideklarasikan sebagai Capres 2024 oleh Partai NasDem (Panas) pada Senin, 3 Oktober 2022, hingga saat ini belum ada kepastian Anies Rasyid Baswedan (ARB) akan memenuhi syarat untuk maju. 

Setelah gagal menggelar deklarasi bersama yang direncanakan bersamaan dengan peringatan hari Pahlawan, 10 November 2022. Kini elit Panas, Partai Demokrat (Padat) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) malah terlibat aksi saling sindir dan saling ancam di media.

Belum lama berselang terjadi aksi saling sindir antar sesama elit Parpol yang berencana akan mengusung Capres ARB. Wakil Ketua Umum Panas, Ahmad Ali menyebut koalisi perubahan akan bubar jika ada yang memaksakan diri menjadi Cawapres ARB. 

Pernyataan tersebut kemudian direspon oleh Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY ) Ketum DPP Padat , dengan memastikan dirinya tidak mau memaksa dan dipaksa untuk menjadi Cawapres ARB.

Aksi berbalas pantun itu kemudian disambut oleh Jubir PKS, Muhammad Kholid, yang menyebut bahwa ogah buru-buru deklarasi bersama Parpol koalisi pro ARB. 

Menurut Jubir PKS, kerangka berpikirnya harus dalam bingkai kebersamaan untuk menang, sehingga harus lebih jernih, lapang dada dan rendah hati. 

PKS tidak mau ketinggalan dengan menyodorkan nama Wakil Ketua Majelis Syura partainya Ahmad Heryawan (Aher) sebagai Cawapres. Aher diyakini dapat membantu ARB dalam memenangkan Pilpres 2024 bila dipasangkan, sebab telah teruji memenangkan Pilkada Jawa Barat dua (2) kali.

Panas melalui Ahmad Ali, berpandangan bahwa ARB, bukanlah kadernya, sehingga tidak ada keharusan bagi PKS dan Padat untuk mengajukan kadernya sebagai Cawapres ARB. 

Panas menghendaki Cawapres ARB merupakan sosok yang berpengalaman di pemerintahan dan dapat mendongkrak suara di luar basis pendukung ARB. 

Seperti hendak menyindir AHY, Panas tidak mau Cawapres ARB sosok yang belum berpengalaman dan ketika terpilih masih harus belajar. 

Sementara itu Padat melalui Jansen Sitindaon membalas dengan mengatakan bahwa sudah ada tim dari ketiga Parpol untuk membahas urusan Capres dan Cawapres, sehingga tim diminta untuk tertib, dan tidak boleh ada yang merasa paling mendominasi.

Kongres Rakyat Nasional (KORNAS) yang berada di pihak yang berseberangan dengan ketiga Parpol tersebut menyampaikan pandangan sebagai upaya memberi informasi kepada publik. 

Sandiwara elit Parpol tersebut harus dijelaskan dengan baik agar publik tidak terkecoh. Berikut pandangan Kornas;

Pertama, bahwa Panas sejak awal ingin mengambil peran sebagai leader, sehingga mendahului mendeklarasikan ARB sebagai Capres. 

Selain keinginan menjadi leader, Panas juga ingin mendapatkan efek elektoral dari basis pendukung ARB yang diyakini akan bergeser memilih Panas. 

Pilihan berseberangan dengan Capres yang akan diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu terjadi karena Panas ingin memeroleh kemenangan di Pemilu 2024. 

Menurut Panas, jika tetap mengusung dan mendukung Capres kader PDIP, maka Panas tidak akan mendapat efek elektoral yang signifikan seperti Pemilu 2019. Terutama setelah di kabinet Indonesia maju, Panas tidak lagi diberi jatah untuk menduduki posisi pimpinan korps adhyaksa.

Kedua, Panas menyadari bahwa ARB bukan kadernya, maka Panas harus menghindari Cawapres ARB dari kader Padat maupun PKS. Jika Cawapres ARB merupakan kader Padat (AHY) atau PKS (Aher), maka merekalah yang mendapat efek elektoral dari Pilpres 2024. 

Maka Panas selalu menawarkan nama-nama baru selain AHY dan Aher agar Panas tetap menjadi leader dan mendapat efek elektoral yang siginifikan di Pemilu 2024.

Ketiga, bahwa ide dan gagasan mengusung ARB hanyalah ekspresi emosional Panas karena dominasi PDIP di Parpol koalisi pemerintahan Jokowi. 

Panas berhasil membuktikan bahwa, mendeklarasikan ARB disambut baik oleh Padat dan PKS yang merupakan Parpol di luar pemerintahan Jokowi. 

Sampai saat ini, selain fokus membahas Cawapres, tidak pernah ada hal lain yang dibahas dan dipublikasikan ketiga Parpol tersebut.

Keempat, bahwa koalisi Parpol ini sesungguhnya tidak memiliki visi, misi dan program yang jelas sebagai perekat koalisi. Ketiga Parpol hanya sibuk membahas figur Cawapres yang akan mendampingi ARB sehingga koalisi sangat rapuh. 

Aksi saling sindir dan mudah “baper” dari elit ketiga Parpol sebagai bukti bahwa “koalisi perubahan” itu kosong dari pertukaran ide, gagasan serta jauh dari semangat “perubahan”. 

Ketiga Parpol hanya menunjukkan sifat kekanak- kanakan untuk mencari perhatian publik untuk dijadikan bahan pembicaraan public.

Kelima, tokoh- tokoh politik orde baru seperti Surya Paloh, Muhammad Jusuf Kalla (MJK), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diyakini sebagai aktor intelektual koalisi Parpol ini. 

Maka kegaduhan yang dipublikasikan tersebut bagian dari siasat menarik perhatian publik. Surya Paloh, wartawan senior tentu paham mengatur isu yang harus dimainkan untuk menarik perhatian media, sehingga menjadi bahan berita. SBY paham strategi “playing victim” dan berpengalaman, berhasil mengantarkannya menjadi presiden dua periode. 

Sementara MJK memiliki kemampuan melakukan penetrasi ke berbagai lapisan masyarakat dan lintas wilayah.

Pemilu 2024 hendaklah menjadi pesta demokrasi seperti sering diperbincangkan, maka sebagai pesta, Pemilu sejatinya menghadirkan sukacita, kegembiraan. 

Semua pihak yang terlibat dalam pesta demokrasi sejatinya menghindari praktik-praktik kotor yang dapat mengganggu sukacita dan kegembiraan seluruh rakyat. 

Jika ada pihak-pihak yang secara sadar dan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi sukacita dan kegembiraan pesta demokrasi, maka seluruh rakyat akan bersatu melawannya.[] 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya