Jakarta - Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkap bahwa operasi tangkap tangan atau OTT terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer dan kawan-kawan bermula dari laporan masyarakat.
Hal itu diungkap Setyo saat konferensi pers KPK pada Jumat, 22 Agustus 2025 di gedung KPK Jakarta.
"Kegiatan tangkap tangan ini bermula dari laporan pengaduan masyarakat yang diterima KPK. Hal ini sekaligus sebagai bentuk kontribusi konkret dan dukungan publik dalam pemberantasan korupsi," katanya.
Dari informasi pengaduan itu kemudian Deputi Penindakan KPK bergerak pada Rabu dan Kamis, 20-21 Agustus 2025.
Tim KPK bergerak secara paralel di beberapa lokasi di wilayah Jakarta dan mengamankan sejumlah 14 orang, yaitu IBM, GAH atau GAH, SB, AK, IEG atau Wakil Menteri Ketenagakerjaan, FRZ. Kemudian, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM.
Selain itu, tim juga mengamankan barang bukti yang diduga terkait ataupun yang merupakan hasil dari tindak pidana ini, yaitu 15 unit kendaraan bermotor roda empat.
Dengan rincian 12 unit dari IBM, 1 dari SB, 1 kendaraan roda 4 dari SB, yang 12 unit juga roda 4.
Kemudian 1 roda 4 dari HS, 1 roda 4 dari GAH, kemudian 7 unit kendaraan bermotor roda dua, 6 unit kendaraan roda dua diamankan dari IBM, dan 1 kendaraan roda dua diamankan dari IEG.
Kemudian ada juga uang tunai lebih kurang sekitar Rp 170 juta dan ada 2.201 US Dollar dan beberapa pecahan lainnya.
Barang bukti tersebut dari pihak-pihak yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan tersebut jumlahnya cukup banyak dan mempunyai nilai yang cukup tinggi.
Disebutnya, praktik dugaan pemerasaan ini sudah terjadi sejak beberapa periode waktu sebelumnya. Diperkirakan dari tahun 2019 sampai dengan saat ini.
Konstruksi perkaranya jelas dia, atas penerimaan uang dari selisih antara yang dibayarkan oleh para pihak yang mengurus penerbitan sertifikat K3 kepada perusahaan jasa K3 atau PJK3 dengan biaya yang seharusnya sesuai dengan tarif PNBP.
Kemudian uang tersebut mengalir ke beberapa pihak, yaitu sejumlah Rp 81 miliar. Pada tahun 2019 sampai dengan 2024, IBM diduga menerima aliran uang sejumlah Rp 69 miliar melalui perantara.
Uang tersebut selanjutnya digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, setoran tunai kepada GAH, HS, dan beberapa pihak lainnya. Serta digunakan untuk pembelian sejumlah aset seperti beberapa unit kendaraan roda 4 hingga penyertaan modal pada tiga perusahaan yang terafiliasi PJK3.
Kemudian GAH diduga menerima aliran uang sejumlah Rp 3 miliar dalam kurun waktu 2020 sampai dengan 2025 yang berasal dari sejumlah transaksi, di antaranya setoran tunai mencapai Rp 2,73 miliar transfer dari IBM sebesar Rp 317 juta, dan dua perusahaan di bidang PJK3 dengan total Rp 31,6 juta.
Uang tersebut digunakan GAH untuk keperluan pribadi. Dibelikan aset dalam bentuk pembelian satu unit kendaraan roda 4 dan transfer kepada pihak lainnya senilai Rp 2,53 miliar.
Kemudian SP diduga menerima aliran dana sejumlah Rp 3,5 miliar pada kurun waktu 2020 sampai dengan 2025 yang diterimanya dari sekitar 80 perusahaan di bidang PJK3.
Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi, di antaranya transfer ke pihak lain, belanja hingga melakukan penarikan tunai sebesar Rp 291 juta.
Kemudian AK diduga menerima aliran dana sejumlah Rp 5,5 miliar pada kurun waktu 2021 sampai dengan 2024 dari pihak perantara. Kemudian sejumlah uang tersebut mengalir kepada IEG sebesar Rp 3 miliar pada bulan Desember 2024.
Kemudian FA dan HR sebesar Rp 50 juta per minggu, HS lebih dari Rp 1,5 miliar selama kurun waktu 2021 sampai dengan 2024, serta CFAS berupa satu unit kendaraan roda 4.
Sehingga dalam perkara ini pihak-pihak yang diduga menerima aliran uang dari PJK3 adalah IBM, kemudian KAH, SB, AK, IEG, FRZ, CFH, HS.
"KPK telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup. KPK kemudian menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, kemudian GAH, SB, AK, IEG, FRZ, FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM," katanya.
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 22 Agustus sampai dengan 10 September 2025 di rumah tahanan cabang KPK Gedung Merah Putih.
Atas perbuatannya para tersangka dipersangkakan Pasal 12 huruf E dan atau Pasal 12 huruf B besar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Junto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. []