News Jum'at, 04 Maret 2022 | 18:03

Pemberdayaan Perempuan untuk Mengurangi Risiko Bencana

Lihat Foto Pemberdayaan Perempuan untuk Mengurangi Risiko Bencana Para pengungsi pasca gempa Sumbar. (Foto: BNPB)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Deputi Pencegahan BNPB Prasinta Dewi menjelaskan, banyak ditemukan para korban bencana dari kaum perempuan dalam posisi berada dekat dengan anak-anaknya atau berada di samping orang tua (lansia).

“Hal ini disebabkan karena naluri perempuan yang ingin melindungi keluarga dan anak-anaknya seringkali membuat mereka mengabaikan keselamatan diri sendiri sehingga kemampuan dirinya untuk melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan dan penyelamatan diri menjadi berkurang. Artinya secara kodrat perempuan itu selalu ingin melindungi anak-anak dan anggota keluarga lainnya,” jelasnya dalam webinar, Jumat, 4 Maret 2022.

Untuk itu, diperlukan ragam kegiatan pemberdayaan perempuan agar bisa mengurangi risiko bencana dan strategi penanganan bencana secara holistik dengan tidak mengenyampingkan responsif gender yang berbasis kepada hak korban, dimulai dari tahap tanggap darurat sampai tahap pemulihan dan rekonstruksi sehingga jumlah korban dapat dicegah atau dikurangi dan hak-hak korban jiwa maupun korban selamat juga terlindungi.

Ia menambahkan dengan keluarnya Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana menjadi perangkat penting mengintegrasikan pendekatan gender di bidang penanggulangan bencana.

Penguatan kapasitas kelompok perempuan mutlak dilakukan. Upaya Penguatan kapasitas akan meminimalkan risiko bencana akibat ancaman yang dihadapi.

“Ketika perempuan secara individu ataupun kelembagaan memiliki kapasitas, maka tingkat ketahanan atau resiliensi merekapun akan meningkat,” kata Prasinta.

Baca juga: Perempuan Berisiko Meninggal 14 Kali Lebih Besar dari Pria Dewasa

Lebih lanjut Prasinta menambahkan bahwa mereka akan mudah mengenali risiko di lingkungannya, cepat beradaptasi, mampu membuat rencana kesiapsiagaan, mengambil keputusan yang tepat dan mengerti cara menyelamatkan diri serta dapat melakukan pemulihan dengan cepat pascabencana terjadi.

Secara struktur budaya di Indonesia, perempuan di desa atau pun di kota banyak tergabung dalam kelompok atau perkumpulan sosial.

Keberadaan kelompok perempuan misalnya pengajian, arisan, ibu-ibu PKK, Darma Wanita di masyarakat merupakan suatu modal sosial yang seharusnya mampu menjadi media untuk mentransformasikan pengetahuan keterampilan dan informasi kebencanaan di komunitas perempuan yang dapat berperan dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui berbagai program ketangguhan masyarakat, seperti desa tangguh bencana (destana) dan keluarga tangguh bencana (katana).

Prasinta menjelaskan tingginya tingkat partisipasi dan keterlibatan perempuan dalam berbagai kelompok perempuan tersebut mengindikasikan ikatan solidaritas mereka yang cukup kuat dan memudahkan dalam proses sosialisasi, edukasi bencana dan diseminasi informasi peringatan dini.

Salah satu program untuk meningkatkan ketangguhan perempuan, Prasinta menyampaikan apresiasi dan harapan atas upaya dan inisiatif yang tengah dijalankan melalui program Locally Led Disaster Preparedness and Protection Project (LLDPP) di tiga provinsi (Banten, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah).

Ia berharap, program ini mampu meningkatkan partisipasi dan memperkuat kepemimpinan perempuan lokal dalam setiap tahapan penanggulangan bencana di tingkat komunitas sehingga tujuan dari melindungi, menyelamatkan dan mengurangi risiko akibat dari kejadian bencana bisa terwujud. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya