Jakarta - Pemerintah sepakat mengkaji kembali rencana kenaikan harga tiket masuk ke area stupa Candi Borobudur.
Apalagi kini kondisi permukaan Candi Borobudur dilaporkan semakin turun.
Hal ini disebabkan karena Candi Borobudur menahan beban ratusan ribu pengunjung yang naik ke area stupa dalam setiap harinya.
Diketahui jumlah caring capacity atau daya dukung dari Candi Borobudur hanya 1.200 orang.
Pemerintah sebelumnya berniat menaikkan tiket masuk ke kawasan Candi Borobudur.
Harga sebelumnya Rp 50 ribu per orang untuk umum, dan Rp 5.000 untuk kalangan pelajar. Sempat muncul wacana menaikkan untuk umum Rp 75 ribu per orang.
Penundaan kenaikan tiket masuk ini pun dibenarkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Menteri Sandiaga menyebut, pihaknya akan mengkaji hal ini kembali bersama dengan pihak terkait, yakni Taman Wisata Candi Borobudur, Balai Konservasi Borobudur, para ahli, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga pelaku UMKM.
“Hal ini dilakukan agar keputusan yang diambil nantinya berpihak kepada upaya konservasi, penjagaan kelangsungan, dan juga kelestarian Candi Borobudur, serta berpihak kepada rakyat khususnya pada ekonominya yang baru mulai menggeliat di sekitar kawasan Borobudur,” kata Menteri Sandiaga dilansir, Selasa, 14 Juni 2022.
Dia memastikan, untuk Borobudur pemerintah akan berpihak kepada rakyat, memastikan kelestarian, dan juga konservasi serta masa depan dari Candi Borobudur itu sendiri.
Baca juga:
Kunjungan Turis Asing ke Indonesia Meningkat 499 Persen
Kemenparekraf kata dia, akan terus menyiapkan berbagai langkah dengan pihak terkait seperti dunia usaha untuk menghadirkan travel pattern atau pola kegiatan.
Mengundang investasi di bidang augmented dan virtual reality yang bisa memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak naik ke atas area stupa Candi Borobudur, untuk bisa duduk di pelataran dan merasakan sensasi membaca relief-relief dari Candi Borobudur.
Visa Digital Nomad
Pandemi Covid-19 memberikan dampak terhadap peningkatan arus digitalisasi. Banyak perusahaan yang memperbolehkan karyawannya melakukan pekerjaan jarak jauh atau biasa disebut remote worker.
Fenomena work form anywhere ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga seluruh dunia. Oleh karena itu, penerapan visa digital nomad pun kian diminati.
“Sebanyak 95 persen hasil survei kami dari digital nomad mengatakan Indonesia khususnya Bali adalah tujuan pertama untuk pekerjaan jarak jauh dan sekarang ini semakin banyak perusahaan yang mengizinkan karyawannya bekerja dari mana saja,” kata Sandiaga.
Pihaknya kata Menparekraf, akan mendorong usulan ini dengan lintas kementerian dan lembaga.
Menurutnya tahun 2022 adalah tahun yang tepat untuk menerbitkan visa digital nomad, karena ini akan mampu menarik wisatawan mancanegara, sektor pariwisata bisa lebih berkualitas dan berkelanjutan dengan length of stay yang lebih panjang dan quality of spending atau jumlah belanja yang semakin tinggi.
Sehingga diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat.
“Ini adalah suatu inovasi yang menjadi game changer. Dan kita juga bisa menyasar silver economy, dimana WNA (Warga Negara Asing) yang mungkin saat musim dingin memiliki preferensi untuk tinggal di Bali atau di destinasi lainnya di Indonesia karena memiliki iklim yang jauh lebih bersahabat,” katanya. []