Jakarta - Koordinator Gerakan Agraria Watch Indonesia (AWI), Ganda Situmorang mengaku sangat geram melihat situasi pertanahan yang ada saat ini di Indonesia.
Ganda berpandangan, penanganan persoalan agraria di negeri ini semakin hari semakin memprihatinkan.
"Gelombang kelompok masyarakat dari pelosok Nusantara tiada hentinya datang untuk mengadu minta tolong dengan nada putus asa. Mereka sudah mengadu ke sana kemari, mentok! Maka mereka mengadu ke kita. Emangnya kita siapa? Ini indikasi jalur birokrasi di BPN sudah mandek," kata Ganda mengutip pernyataan resminya di Jakarta, Kamis, 9 Desember 2021.
Dia berpandangan, yang memiliki akses langsung untuk melaporkan persoalan pertanahan kepada kepala kantor pertanahan (Kakantah) hingga menteri, hanya orang-orang tertentu.
"Sepertinya hanya orang tertentu saja yang masih memiliki akses langsung ke KaKantah, Kakanwil, dan menteri supaya bisa mendapatkan pelayanan aduan permasalahan. Ini ciri-ciri kegagalan sistem tata kelola dan birokrasi korup akut!" ujarnya.
Menurut pria yang aktif di kelompok Masyarakat Pertanahan Indonesia (MPI) itu, simpul permasalahan konflik pertanahan di negeri ini sebenarnya adalah BPN.
"Jalin kelindan sindikat mafia tanah tetap aktor kuncinya adalah oknum BPN," tuturnya.
Selain itu, dia juga mengungkapkan kegeramannya kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.
"Jadi geram juga setelah sekian tahun duduk di kursi Menteri BPN, Sofyan Djalil hanya sebatas melaporkan bahwa ditemukan ada mafia tanah di BPN dan susah memberantasnya. Bah sandiwara apa pula ini!" kata dia.
Lebih lanjut, dia menduga bahwa Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil sudah tersandera menjadi bagian dari mafia tanah.
"Sehingga sangat kental benturan kepentingannya untuk sampai menyampaikan pernyataan tersebut. Menteri Sofyan kok lebih memilih skenario business as usual yang sama sekali tidak ada sense of crisis sementara turbulensi sosial di tengah masyarakat semakin meningkat," ujar Ganda.
Ganda menyebut, Sofyan Djalil lebih memilih melindungi oknum mafia tanah di BPN, ketimbang melaksanakan program Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam menangani persoalan agraria.
"Menteri Sofyan kelihatannya malah memboikot program Reforma Agraria Presiden Jokowi. Jika istana berpikir masalah ini bisa diselesaikan dengan Perpres Percepatan Reforma Agraria dan Pemberantasan Mafia Tanah mungkin ada benarnya," tuturnya.
"Perpres memang sepertinya menjadi satu instrumen kebijakan yang cukup efektif jika isunya adalah koordinasi lintas sektoral. Tapi prasyarat untuk itu sepertinya tetap harus ganti Menteri Sofyan, reformasi birokrasi internal BPN, lalu bisa jalankan percepatan reforma agraria dan pemberantasan mafia tanah," ucap Ganda menambahkan.[]