News Kamis, 12 Januari 2023 | 09:01

PGI Apresiasi Sikap Jokowi Terkait Pelanggaran HAM Masa Lalu

Lihat Foto PGI Apresiasi Sikap Jokowi Terkait Pelanggaran HAM Masa Lalu Presiden Jokowi. (Foto: Twitter)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo terkait dengan pelanggaran HAM masa lalu, yang disampaikan pada Rabu, 11 Januari 2023. 

"Atas nama gereja-gereja di Indonesia, sangat menghargai dan mengapresiasi. Hal ini adalah sebuah langkah maju, bahkan sebuah lompatan besar dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia. Kita tahu bahwa selama puluhan tahun beberapa hal terkait pelanggaran HAM masa lalu cenderung ditutupi bahkan disangkal keberadaannya," kata Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom dalam pernyataan tertulisnya diterima Opsi, Kamis, 12 Januari 2023.

Gomar menyampaikan penghargaan setulusnya atas pengakuan dan penyesalan Presiden Jokowi. Meski tidak disertai permohonan maaf, namun hal ini kata dia, sudah sangat maju.

"Sesungguhnya dengan pengakuan dan penyesalan itu, implisit di dalamnya, sudah terkandung permohonan maaf," kata Gomar. 

Disebutkan, PGI juga mengapresiasi penegasan Presiden Jokowi bahwa penyelesaian non- yudisial ini tidak menegasikan penyelesaian secara hukum. 

Baca juga:

Menko Polhukam Mahfud MD Mengaku Tragedi Kanjuruhan Bukanlah Pelanggaran HAM Berat, Aremania Kecewa

Keputusan Presiden Selesaikan Pelanggaran HAM Berat, Ini Sikap Penyintas Peristiwa 65

PGI kata dia, melihat bahwa pengakuan Presiden Jokowi ini bisa menjadi pintu masuk untuk proses hukum selanjutnya.

PGI juga menyampaikan penghargaan kepada Tim PPHAM bentukan presiden yang bekerja cepat dalam perumusan masalah yang cukup pelik ini. Sehingga Presiden Jokowi bisa menyampaikan pengakuan dan penyesalan.

Menurutnya, menjadi tugas seluruh elemen bangsa yang berkehendak baik untuk mengawal proses ini dengan lebih sungguh-sungguh ke depan.

PGI kemudian mengusulkan perlunya penghapusan segera berbagai bentuk memorial maupun materi sejarah yang ada selama ini, yang bisa dinilai sebagai pembelokan sejarah dan pengaburan fakta pelanggaran HAM yang terjadi. 

"Perlunya memorialisasi atas pelanggaran HAM berat tersebut dalam bentuk statuta sebagai peringatan kepada generasi berikut agar kasus pelanggaran HAM berat tidak terulang lagi," tandasnya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya