Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menetapkan pendeta Saifuddin Ibrahim sebagai tersangka dugaan tindak pidana ujaran kebencian bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pendeta Saifuddin diketahui meminta penghapusan 300 ayat Al-Quran.
"Saat ini yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Dittipidsiber," kata Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 30 Maret 2022.
Dedi menyebut, penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri telah meningkatkan status penanganan perkara terkait pernyataan Saifuddin Ibrahim yang meminta 300 ayat Al-Qur`an dihapus, pada Rabu, 23 Maret 2022 lalu.
Kendati demikian, Dedi belum merinci secara jelas terkait perkembangan penanganan perkara tersebut, termasuk keberadaan Saifuddin Ibrahim yang terendus berada di Amerika Serikat.
"Nanti Kabagpenum (Kepala Bagian Penerangan Umum) yang menerangkan," katanya.
Hingga saat ini, penyidik masih berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, untuk melakukan upaya lanjutan terhadap Saifuddin yang diduga berada di luar negeri, antara lain dengan atase Biro Investigasi Federal atau Federal Bureau of Investigation (FBI), Kementerian Luar Negeri, dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum da HAM (Kemenkumham).
Sementara, Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli Handoko menyebutkan ada tiga laporan yang diterima terkait Saifuddin Ibrahim. Salah satunya dari seseorang bernama Rieke Vera Rountinsulu, Jumat, 18 Maret 2022, serta dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF), Selasa, 22 Maret 2022.
Pelapor menduga Saiffudin melanggar Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 156 KUHP dan/atau Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1), ayat (2) dan/ atau Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. []