Deli Serdang – Konflik agraria kembali mencuat di Desa Durin Tonggal, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.
Ratusan anggota Kelompok Tani Arih Ersada Aron Bolon (AEAB) menyesalkan tindakan penyerobotan lahan pertanian yang mereka garap.
Aksi ini diduga dilakukan oleh pihak pengembang melalui sekelompok preman,
Sekretaris Kelompok Tani AEAB, Rembah Br Keliat, mengungkapkan bahwa insiden ini mengingatkan mereka pada perusakan lahan yang terjadi pada tahun 2021.
Saat itu, lima alat berat menghancurkan tanaman palawija di atas lahan seluas enam hektare. Kini, kejadian serupa terulang.
"Para preman tersebut datang dengan tujuan mengintimidasi. Mereka bahkan membangun pagar di atas lahan yang kami garap. Padahal, dari hasil tanaman inilah kami membiayai pendidikan anak-anak kami hingga ke perguruan tinggi," ujar Rembah Br Keliat di tengah ratusan anggota kelompok tani, Senin, 20 Januari 2025.
Pada tahun 2021, lahan seluas 30 hektare milik kelompok tani ini dirusak oleh alat berat. Tanaman seperti rambutan, kopi, jagung, ubi, cabai, dan kebun sawit hancur dalam sekejap.
Laporan atas insiden tersebut telah diajukan ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara, namun hingga tiga tahun berlalu, belum ada kejelasan hukum.
"Hari ini mereka ingin mengulang kembali kenangan pahit itu. Kami mendesak pihak kepolisian untuk memberikan perlindungan hukum kepada kami agar masyarakat kecil seperti kami merasa negara hadir dan melindungi," tegas Rembah Br Keliat.
Kelompok Tani AEAB menyatakan tidak akan tinggal diam jika intimidasi dan penyerobotan lahan terus berlanjut.
Mereka menegaskan bahwa upaya hukum akan terus ditempuh, termasuk melaporkan kejadian terbaru ini ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
"Siang ini kami akan kembali ke Polda Sumatera Utara untuk melaporkan tindakan preman suruhan pengembang ini. Kami ingin keadilan ditegakkan," ujar Rembah.
Masyarakat juga sepakat untuk melakukan perlawanan jika intimidasi tidak dihentikan.
"Kami tidak ingin konflik ini berlarut-larut, tetapi jika pihak pengembang tetap mengirim preman, kami siap melawan untuk mempertahankan hak kami," tambahnya.
Kasus ini menyoroti lemahnya perlindungan hukum terhadap petani yang menggarap lahan eks-PTP II Kwala Bekala. Dengan luas garapan 30 hektare, kelompok tani ini mengandalkan lahan tersebut untuk hidup.
Namun, ancaman dari pihak-pihak berkepentingan membuat mereka terus hidup dalam ketidakpastian.
Kelompok Tani AEAB meminta Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk segera bertindak.
"Kepercayaan masyarakat terhadap negara dipertaruhkan. Negara harus hadir melindungi warganya," tegas Rembah Br Keliat, yang disambut dukungan anggota kelompok tani lainnya.[]