Hukum Jum'at, 11 Februari 2022 | 18:02

Repdem Laporkan Haikal Hassan ke Bareskrim

Lihat Foto Repdem Laporkan Haikal Hassan ke Bareskrim Pengurus DPN Repdem usai membuat laporan ke Bareskrim Polri, Jumat, 11 Februari 2022. (Foto: Opsi/Simson)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) melaporkan Haikal Hassan ke Bareskrim Polri pada Jumat, 11 Februari 2022. 

Haikal Hassan dilaporkan terkait pernyataannya di media sosial melalui sebuah tayangan video menuduh Presiden Soekarno atau Bung Karno tukang penjarakan ulama.

“Iya benar, hari ini kami laporkan saudara Haikal Hassan atas tuduhan keji dan fitnah yang menyudutkan Bung Karno sebagai tukang penjarain para ulama. Ucapannya harus diberi pelajaran agar tidak hobi menyesatkan sejarah yang berpotensi mengadu domba anak bangsa,” ujar Ketua Umum Repdem Wanto Sugito dalam keterangan tertulis.

Wanto mengingatkan Haikal Hassan, sebagai seorang yang mengklaim diri ustaz dan publik figur agar tidak hobi menyebar fitnah dan tidak mengarang cerita bebas yang berpotensi membangun konflik dan menciptakan permusuhan sesama anak bangsa.

Video lama milik Haikal Hassan kembali viral beredar menuding Bung Karno tukang memenjarakan ulama dan menyinggung soal Ijtima Ulama tahun 1957 di Palembang.

Haikal dalam video tersebut juga menuding Bung Karno bersama PNI, PKI dan para nasakomnya mengata-ngatai para ulama yang sedang melakukan muktamar pada tahun 1957. Kata Haikal, Bung Karno menuduh pertemuan rapat muktamar itu amoral. 

Menurut Wanto, ujaran kebencian yang dilakukan oleh Haikal Hassan merupakan kaset kusut yang selalu diputar ulang.

“Diputar lagi sama oknum dari garis yang sama. Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau sejarah dikarang-karang sendiri seperti ini, kasihan generasi berikutnya. Jadi generasi pendengki semua. Repot ini, bagaimana mau bangun bangsa, kalau sejarah yang ada saja diotak-atik. Yang seperti ini  yang buat negara tidak maju-maju,” ujar aktivis 98 itu.

Wanto menegaskan, bagaimana mungkin Bung Karno benci pada para ulama, sebab gurunya adalah HOS Tjokroaminoto. “Nasionalisme dan Islam, sudah jelas terpatri di dalam jiwa dan raga Bung Karno,” tandasnya.

Dia menyebut bahwa ucapan Haikal Hassan yang secara tegas menuduh Bung Karno anti ulama dan anti Islam., menyesatkan.

Sejarah membuktikan, bahwa Bung Karno merupakan tokoh terdepan yang mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungannya dapat dilihat bagaimana Bung Karno menolak RI menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. 

BACA JUGA: Polisi Jelaskan Masalah Haikal Hassan `Diusir` Massa Saat Ceramah di Malang

Tak hanya itu, Bung Karno juga memboikot atau menolak Israel dari kegiatan Asian Games dan peserta Konferensi Asia Afrika. 

Dan demi mendukung Palestina, Bung Karno memerintahkan Timnas PSSI untuk tidak bertanding dengan Israel saat gelaran kualifikasi Piala Dunia tahun 1958.

Atas kiprah dan komitmen Bung Karno mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka dalam Konferensi Islam Asia Afrika tahun 1965, Bung Karno mendapat gelar sebagai pahlawan pembebas dan kemerdekaan bangsa-bangsa Islam. Meskipun demikian Sukarno berjuang sebagai seorang nasionalis sejati yang tidak pernah menjual kekayaan negara bagi asing.

Ikut menimpali, Ketua DPN Repdem bidang Keagamaan dan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Irfan Fahmi mengatakan, seharusnya Haikal Hassan menceritakan sejarah mengapa muktamar alim ulama yang diadakan pada 8 September 1957 di Palembang itu digelar. 

"Lagipula muktamar itu tidak mempresentasikan keseluruhan ulama dan umat Islam di Indonesia. Buktinya NU tidak menghadiri muktamar itu,” kata Irfan, yang ditunjuk sebagai tim advokasi Repdem.

Bahkan kata dia, ulama Betawi yang dipimpin Habib Salim bin Djindan al-Alawi al Indonesi, menggelar muktamar yang menolak hasil muktamar di Palembang tersebut.

Perbuatan Haikal Hasan dalam tayangan video yang viral tersebut, menurut Irfan telah memenuhi unsur Pasal 45A ayat 2 Juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Juncto Pasal 15 UU Nomor 1/1946 Juncto Pasal 156 KUHP.

Ketua DPN Repdem bidang Politik dan Ideologi Simson Simanjuntak mengatakan, situasi politik setelah proklamasi kemerdekaan dan pada tahun 1950-an itu adalah tahun penuh dengan tekanan dan situasi yang sangat tidak stabil.

“Indonesia sebagai negara yang baru saja memproklamirkan kemerdekaannya diterpa dengan berbagai macam pemberontakan dan konflik politik lainnya. Sehingga pada masa itu dibutuhkan ketegasan sikap bagi siapapun yang mengancam NKRI dan kestabilan negara,” kata Simson.

Dikatakannya, bila ada perbedaan pendapat dan ideologi dengan beberapa tokoh Islam yang kebetulan juga menjadi ulama, itu memang benar dan hal itu sangat wajar dalam negara yang sedang belajar menjalankan demokrasi. Namun tidak lantas menuding bahwa Soekarno benci para ulama. 

Agar tidak menjadi sejarah yang salah, maka kata Simson, Repdem akan menindak oknum-oknum seperti ini. 

“Agar ke depannya tidak ada lagi agama terus-terusan dijadikan bahan untuk mengadu domba rakyat, apalagi memfitnah sejarah,” tuturnya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya