Hukum Rabu, 23 Februari 2022 | 13:02

Revisi UU Narkotika, Penyidikan Undercover Buy Jangan Lakukan untuk Pengguna

Lihat Foto Revisi UU Narkotika, Penyidikan Undercover Buy Jangan Lakukan untuk Pengguna Peneliti ICJR Maidina Rahmawati. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Jamak diketahui aparat polisi dan BNN melakukan undercover buy atau menyamar sebagai pembeli kepada pelaku kejahatan narkotika.

Teknik penyelidikan ini kemudian mendapat kritikan dari Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika. Dalam revisi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang bakal dibahas DPR RI dan pemerintah tahun ini, koalisi jaringan masyarakat sipil itu memberi masukan revisi.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati yang tergabung dalam koalisi tersebut menegaskan bahwa penyidikan oleh aparat BNN dan Polri menggunakan teknik pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan sebaiknya tidak dilakukan kepada pengguna narkotika.

Maidina memaparkan substansi revisi metode penyidikan dimaksud dalam diskusi berjudul “Paparan Rancangan Undang-Undang (RUU) Narkotika Rekomendasi Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)” secara live Zoom dan YouTube pada Selasa, 22 Februari 2022.

Dalam pemaparannya, Maidina menyebut bahwa UU Narkotika nantinya harus memperjelas kewenangan penyidikan, khusus terkait teknik pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan, dan mengecualikan pengguna dari teknik penyidikan tersebut.

"Metode penyidikan itu hanya dapat diterapkan untuk peredaran gelap. Para penyidik harus memiliki bukti permulaan cukup untuk melakukan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan," katanya menjelaskan.

Selain itu, metode penyidikan tersebut juga bisa dilakukan setelah mendapatkan surat izin dari kepala kejaksaan atau ketua pengadilan, di mana penggunaannya selama satu minggu dan perpanjangan satu minggu kemudian, sehingga cukup digunakan selama dua minggu.

Baca juga: BNPT: Terorisme Adalah Proksi untuk Hancurkan Islam dan Negara

"Kemudian ada kewajiban membuat berita acara yang nantinya dilaporkan kepada tersangka dan kuasa hukum. Lalu juga metode penyidikan tersebut bisa menjadi objek praperadilan," terangnya.

Menurut Maidina, mengapa perubahan atau revisi soal metode penyidikan ini penting, karena selama ini tidak ada pengaturan yang bisa dipahami publik secara standar bagaimana penyidik melakukan dua metode ini.

"Dan banyak sekali putusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa mekanisme penjebakan dan sebagainya yang berkaitan dengan yang melakukan kewenangan ini, tidak dapat menjadi dasar untuk melakukan investigasi," katanya.

Merespons pemaparan Maidina, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej mengatakan bahwa undercover buying dan control delivery dalam proses penyidikan yang dilakukan petugas BNN atau Polri dalam kasus narkotika adalah teknik penyelidikan khusus.

"Yang kemudian menjadi pertanyaan apakah itu perlu atau tidak izin dari pengadilan negeri. Kalau saya, kalau izin pertanyaannya apa yang terjadi kalau pengadilan tidak memberikan izin. Oleh karena itu saya berpendapat bahwa tetap ada quality control tetapi bukan izin, melainkan pemberitahuan," katanya.

Eddy kemudian menyebut pihaknya sepakat bahwa metode penyidikan undercover buying dan control delivery bisa dijadikan objek praperadilan.

"Karena memang control delivery maupun undercover buying ini adalah sesuatu yang boleh dikatakan, ada di luar due process of law. Tetapi di satu sisi kita memahami bahwa narkotika ini adalah kejahatan luar biasa," terangnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya