Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) M Ridwan Kamil atau Kang Emil mengatakan perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina bisa dijadikan momentum bagi pemerintah daerah untuk lebih mengembangkan riset mengenai energi baru dan terbarukan (EBT).
"Kenaikan harga minyak ini diharapkan menjadi momentum bagi daerah penghasil migas untuk memanfaatkan windfall profit dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas untuk pengembangan EBT," kata Ridwan Kamil dalam keterangannya di Bandung, Rabu, 16 Maret 2022.
Menurut Gubernur Jawa Barat ini, gejolak geopolitik dunia yang terjadi saat ini, khususnya di Eropa sangat berpengaruh terhadap situasi global tak terkecuali terhadap sektor energi.
Salah satunya adalah dampak dari invasi Rusia atas Ukraina yang mengakibatkan terjadinya lonjakan harga minyak mentah dunia yang cukup tinggi, yang tentu saja turut berpengaruh kepada harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP).
Harga rata-rata ICP per bulan Februari 2022 sudah dipatok 95,72 Dolar Amerika Serikat per barel, kenaikan ini cukup signifikan jika dibandingkan harga setahun sebelumnya yang berada di sekitar 60,36 dolar AS per barel.
Kondisi ini tentu saja akan menjadi berkah bagi penerimaan negara dari sektor migas termasuk juga pada penerimaan DBH Migas kepada daerah.
Kang Emil menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup lengkap dan sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan.
Namun, saat ini komitmen serius dari pemerintah daerah untuk mengembangkan energi terbarukan masih sangat kecil.
Ia pun mengimbau dan mendorong agar daerah-daerah penghasil migas mempersiapkan proyek percontohan pengembangan energi terbarukan untuk kemandirian energi di daerah ke depannya.
"Saya mengimbau, mari daerah-daerah sambil mengurusi migas yang di depan mata, kita mulai pelan-pelan mempersiapkan proyek-proyek energi terbarukan," ujarnya.
Oleh karenanya sebagai Ketua ADPMET, ia bersedia membantu daerah-daerah anggota ADPMET yang telah siap mengembangkan energi terbarukan di daerahnya untuk mendapatkan investor dalam pengembangan energi terbarukan.
"ADPMET siap menjadi fasilitator untuk daerah-daerah dalam mengembangkan pembangkit listrik renewable khususnya di desa-desa. Kepada anggota ADPMET silakan menyampaikan proposal kepada ADPMET sesuai dengan potensi yang ada di daerah masing-masing," kata Emil.
"Tidak perlu program yang muluk-muluk tetapi buatlah skema program yang masuk akal dan applicable di daerah, kecil tapi bisa dijalankan dan memberi manfaat untuk masyarakat. Saya Sebagai Ketua ADPMET bersedia membantu mencarikan investor (untuk pengembangan potensi energi terbarukan) asalkan daerah sudah siap dengan data-datanya, tetapi no data no action," sambungnya.
Namun demikian dikarenakan kenaikan harga ini akibat isu geopolitik global yang disebabkan oleh invasi Rusia dan Ukraina, ADPMET berharap agar invasi ini dapat segera berakhir.
"Semoga Rusia dan Ukraina bisa kembali ke meja perundingan dan perang antar negara ini bisa selesai secepatnya," katanya.
Selain itu, daerah-daerah penghasil migas anggota ADPMET diharapkan bisa menjadi contoh/pelopor bagi daerah lainnya terkait pengembangan energi terbarukan di Indonesia ke depannya.
ADPMET juga akan terus mendorong dan bersinergi dengan berbagai pihak untuk terus membantu daerah tidak hanya dalam sektor migas namun juga energi terbarukan.
Sementara itu, Sekjen ADPMET Andang Bachtiar mengatakan bahwa banyak hal tentunya yang dapat dilakukan daerah penghasil migas akibat kemungkinan adanya peningkatan penerimaan daerah dari DBH Migas khususnya untuk diversifikasi energi.
Menurutnya, dalam konteks ADPMET tentunya dapat dipergunakan untuk pilot-pilot project energi terbarukan atau pembuatan dan pengembangan fasilitas-fasilitas energi terbarukan di daerah.
"ADPMET melihat kenaikan harga ICP saat ini dapat dimanfaatkan sebagai berkah bagi daerah penghasil migas, sehingga daerah bisa turut serta mengembangkan potensi energi baru dan terbarukan dari kenaikan DBH yang akan diterima nantinya," katanya.
Andang Bachtiar juga menyampaikan bahwa gejolak harga minyak tersebut akan berlangsung cukup lama dan semakin diperburuk dengan ketegangan antara Rusia dengan NATO.
Hal tersebut berkaitan dengan ancaman penyetopan suplai gas oleh Rusia ke pasar global khususnya suplai gas ke negara-negara Eropa sebagai tanggapan terhadap sanksi-sanksi yang dijatuhkan.
Salah satunya terkait dengan rencana Amerika Serikat dan sekutunya untuk melakukan pelarangan impor minyak Rusia akibat invasi yang dilakukan ke Ukraina.
Jawa Barat memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dibidang energi yakni PT Migas Hulu Jabar (MUJ).
MUJ yang sudah mengelola Participating Interest (PI) di Wilayah Kerja Offshore North West Java (ONWJ) sejak 2019, terus didorong mengembangkan usaha di bidang energi terbarukan, termasuk dukungan melalui perubahan perda.
MUJ di bawah pembinaan Ketum ADPMET termasuk salah satu pilot project untuk dapat mendukung percepatan transisi energi dalam skala lokal Jawa Barat, dalam rangka dapat memperkuat pengembangan usaha di luar migas.