Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Pranata Iustitia (LBH-PI) Jambi menyomasi Gubernur Jambi, Al Haris pada Rabu, 12 Oktober 2022 lalu. Somasi tersebut mengenai pengelolaan pengangkutan batu bara di Provinsi Jambi.
Namun hampir satu minggu sejak somasi diberikan, LBH-PI belum menerima jawaban secara resmi. Menyikapi keheningan tersebut, tim Advokat LBH-PI berkomitmen akan terus melanjutkan upaya hukum seperti yang dicantumkan dalam somasi.
LBH-PI menegaskan, pemerintah harus memberhentikan angkutan batu bara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal tersebut demi melindungi seluruh elemen masyarakat.
"Perda Nomor 13 Tahun 2012 masih berlaku dan sampai hari ini tetap dikangkangi oleh pemerintah daerah Provinsi Jambi," kata LBH-PI Jambi dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 18 Oktober 2022.
Pihak LBH-PI juga menyebut pasal 5 ayat (1) dan (2) Perda tersebut merupakan sebuah perintah. Oleh sebab itu wajib dilaksanakan. Jika tidak, pastinya mempunya sanksi, baik tindakan administratif dan pidana.
Selain itu, LBH-PI juga menyinggung soal Surat Edaran Nomor 1448/SE/DISHUB-3.1/XII/2021 Tentang penggunaan jalan publik angkutan batu bara, TBS, cangkang dan sebagainya.
Mereka menduga adanya komitmen bersama antara Forkopimda Jambi untuk tidak menaati Perda Nomor 13 Tahun 2012 tersebut.
"Pernyataan dalam Surat Edaran tersebut berdasarkan komitmen bersama antara Forkopimda Jambi. Perlu kami sampaikan siapa pun yang mendukung angkutan batu bara melalui lintasan umum adalah upaya mendukung perbuatan melawan hukum," ujar LBH-PI Jambi.
Mengenai kebijakan Pemprov Jambi tentang pembatasan jumlah angkutan batu bara yakni 3.500 unit, LBH-PI menyebut hal tersebut bukanlah solusi. Kebijakan itu dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, pelanggaran hukum serta dampak hukum.
LBH-PI mengatakan jika solusi yang paling tepat adalah menahan ego. Hal itu dapat dilakukan dengan menghentikan angkutan batu bara dan secepatnya merealisasikan jalan khusus atau jalur sungai untuk angkutan batu bara.
Pemerintah juga dapat mendorong perusahaan agar memberikan kompensasi kepada para sopir truk untuk tetap bisa menjalankan kehidupannya menunggu selesainya jalan khusus dan jalur sungai rampung.
Selain itu, LBH-PI mengatakan perusahaan dapat menjadikan sopir truk sebagai pekerja tetap karena sopir merupakan sektor wajib yang harus dimiliki perusahaan angkutan batu bara.
"Ini adalah solusi satu-satunya! Hal ini juga sebagai wujud konsekuensi Pemerintah Daerah yang lalai dan terkesan melakukan pembiaran selama 8 tahun lebih angkutan batu bara melewati lintasan umum yang telah banyak memakan korban jiwa," tuturnya.
Selaku warga negara yang berdomisili di Jambi, pihak LBH-PI mempertanyakan dana yang dihasilkan oleh batu bara yang selama ini beroperasi. Hal itu lantaran selama 8 tahun jalan khusus tidak terselenggara sebagaimana amanat Perda tersebut.
"Apakah Pemerintah Daerah dan berikut perusahaan yang bergerak di bidang batu bara mulai dari hulu dan hilirisasi bersedia diaudit untuk kami warga negara yang juga masyarakat Jambi mengetahui apa sebab jalan khusus ini tidak terselenggara dengan baik?" tuturnya.
LBH-PI Jambi pun menyampaikan upaya hukum yang dilakukan ini merupakan wujud kepedulian terhadap percepatan perkembangan perekonomian daerah melalui hasil batu bara. Pihaknya menolak keras rakyat Jambi menderita dan hanya mendapat dampak negatif dari aktivitas batu bara.
"Pemerintah Provinsi Jambi dapat bersikap profesional, akuntabel dan transparan dalam pengelolaan alam Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini. Jangan sampai ada kesan hasil bumi Jambi, tapi rakyat Jambi yang menderita hanya mendapat dampak negatif dari aktivitas batu bara," ucap LBH-PI Jambi.[]