News Jum'at, 11 November 2022 | 19:11

Teungku Peukan dan Sejarah Singkat Melawan Kolonial Belanda

Lihat Foto Teungku Peukan dan Sejarah Singkat Melawan Kolonial Belanda Kapolres Abdya, AKBP Dhani Catra Nugraha saat menabur bunga di makam Teungku Peukan. (Foto: Opsi/Syamsurizal).
Editor: Rio Anthony Reporter: , Syamsurizal

Aceh Barat Daya - Bulir embun masih terlihat hinggap di dedauan pagi itu atau Kamis pagi, 10 November 2022. Hal yang sama juga terlihat pinggir jalan seputaran Kota Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh dimana genangan air hujan semalam masih belum kering.

Lalu lalang kendaraan di Kota berjuluk Breuh Sigupai saat itu belum terlihat padat, meski sang surya mulai perlahan membumbung tinggi terlihat keluar dari balik terjalnya pegunungan lebat.

Sinar sang surya mulai terlihat menembus sela-sela kecil dari atap dan dinding rumah, disaat bersamaan suara kokokan ayampun sudah tidak terdengar bersautan seperti beberapa saat sebelumnya.

Pagi yang cerah menyapa dunia, dan ternyata hari itu merupakan hari besar bagi Bangsa Indonesia yakni Hari Pahlawan Nasional Indonesia dan disetiap daerah dilakukan Ziarah ke makam para pahlawan.

Di Kabupaten Aceh Barat Daya, intansi terkait melakukan ziarah ke makam pahlawan Kemerdekaan Indonesia yakni ke Makam Teungku Peukan di Masjid Jamik Baitul Adhim di pusat kota Blangpidie.

Pemerintah Abdya bersama intansi Vetikal bahkan melakukan apel dan tabur bunga setiap memperingati hari pahlawan dimakam Teungku Peukan yang merupakan sosok pahlawan Kemerdekaan Indonesia berlatar belakang ulama saat melawan Kolonial Belanda.

Suara kendaraan ber plat merah mulai terlihat meluncur dari arah perkantoran bupati pagi itu. Ini merupakan rombongan dari unsur pimpinan. Mereka datang untuk berziarah ke makam pahlawan Teungku Peukan.

Lantas bagaimana sejarah singkat perlawanan Teungku Peukan saat melawan penjajah Belanda di Bumi Aceh. Diketahui, Teungku Peukan adalah seorang pejuang kemerdekaan berlatar belakang ulama.

Di pekarangan masjid ini, kuburan Teungku Peukan terlihat terawat dan bersih. Teungku Peukan merupakan seorang pejuang berlatar belakang ulama dan sudah menjadi rutinitas menjadi pimpinan pasukan perang melakukan ritual doa dan berzikir berserah diri kepada sang pencipta sebelum memulai sebuah peperangan.

Kegiatan itu dilakukan di meunasah (mushalla) Ayah Gadeng, kawasan Manggeng atau berjarak lebih kurang 19 Kilo meter dari Kecamatan Blangpidie.

Tepat pada tanggal 11 September 1926 usai berdoa, seluruh pasukan mulai bersiap-siap menuju pusat kota Blangpidie yang telah dijadikan markas Belanda regional Blangpidie.

Pasukan harus berjalan kaki. Pasukan yang dipimpin Teungku Peukan selain menenteng senjata juga menenteng obor bambu sebagai penerang jalan ditengah gelap gulita malam.

Sambil berjalan, zikir tidak luput dari seluruh pasukan dan Teungku Peukan guna terus mengingat yang maha kuasa seraya meminta pertolongan untuk diberikan kemudahan.

Ketika masuk fajar, pasukan Teungku Peukan tiba di Ibu Kota. Pasukan beristirahat di Desa Geulumpang Payong, Kecamatan Blangpidie. Teungku Peukan kemudian mengatur siasat penyerangan.

Pasukan dibagi oleh Teungku Peukan menjadi tiga kelompok yang dipimpin oleh satu pasukan yang dinilai mampu mengemban amanah dan mampu menjalankan siasat dengan baik.

Setelah semua pasukan mengerti dan faham dengan tugas masing-masing, barulah ketika subuh penyerangan dilakukan. Serdadu Belanda yang sedang tertidur pules kocar-kacir diserang pasukan Teungku Peukan dari tiga arah.

Dalam serangan ini, banyak pasukan Belanda yang tewas ditangan pasukan Teungku Peukan. Pasukan pahlawan yang berdarah Aceh ini berhasil menguasai markas belanda di Blangpidie.

Namun, ajal tidak bisa ditebak kapan datangnya. Begitulah yang dialami Teungku Peukan, ketika sedang melantunkan azan sebagai wujud rasa syukur atas kemudahan yang telah diberikan oleh yang maha kuada.

Tiba-tiba orang tentara Belanda yang sebelumnya tidak terdeteksi keberadaannya dengan leluasa membidik Teungku Peukan dengan senapan hingga membuat pahlawan Nasional Indonesia ini meninggal dunia.

Maka, tepat pada Jumat, 11 September 1926 menjadi hari duka mendalam bagi seluruh pasukan dan masyarakat Aceh. Teungku Peukan menghembus nafas terakhir dimakamkan di komplek Masjid ini.

Untuk mengenang jasa Teungku Peukan yang lahir pada tahun 1886 di Sawang, Kabupaten Aceh Selatan, masyarakat Aceh Barat Daya, membuat nama rumah sakit terbesar di kabupaten itu dengan sebutan rumah Sakit Umum Teungku Peukan yang terletak di Kecamatan Susoh.

Saat sekarang ini, sudah menjadi rutinitas pemerintah Kabupaten Abdya setiap 10 November atau peringatan hari pahlawan melakukan ziarah ke makam Teungku Peukan di Mesjid Jamik Baitul Adhim, Blangpidie untuk mengenang jasa para pahlawan Nasional.

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya