News Kamis, 02 Desember 2021 | 19:12

BURT DPR RI Sorot Tingginya Harga PCR di Sejumlah Daerah

Lihat Foto BURT DPR RI Sorot Tingginya Harga PCR di Sejumlah Daerah Ilustrasi PCR.(Foto:Opsi/Istimewa)

Jakarta - Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Idah Syahidah Rusli Habibie mengomentari harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di klinik-klinik daerah yang masih memberlakukan harga pada kisaran Rp 400-490 ribu.

Idah menegaskan, harga tersebut tidak sesuai dengan patokan harga resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Diketahui, Kemenkes menetapkan batas tarif tertinggi PCR test Rp 275.000 untuk wilayah Jawa dan Bali, dan Rp 300.000 di luar Jawa-Bali.

Sesuai aturan yang ada, dia menilai seharusnya klinik-klinik mengikuti harga yang sudah diberlakukan pemerintah.

Dia enggan persoalan ini menjadi salah satu syarat penerbangan yang dapat memberatkan serta merugikan masyarakat.

Hal ini diungkapkan saat Idah mengikuti pertemuan BURT DPR RI dengan perwakilan Jasindo serta RS Hermina Makassar, di Sulawesi Selatan, Rabu, 1 Desember 2021 kemarin.

Dalam pertemuan itu, turut hadir Wakil Direktur RS Hermina Makassar Achmad Herwin, Manager Marketing Ratna, Manager Pelayanan Medis Dr Widi, serta Branch Manager Asuransi Jasindo Branch Office Makassar Tony Hendrawan.

"Pemerintah dan rumah sakit harus duduk bersama kembali, agar dapat memastikan jumlah besaran harga terendah test PCR itu sendiri. Diharapkan tidak ada lagi klinik-klinik yang mematok harga (PCR test) tidak sesuai dengan aturan pemerintah," kata Idah seperti dikutip Opsi.id, Kamis, 2 Desember 2021.

"Dengan adanya patokan harga yang pasti di seluruh daerah tidak memberatkan masyarakat, terutama yang intens melakukan perjalanan udara," ujar politisi Partai Golkar ini menambahkan.

Di sisi lain dia juga meminta, kepada Rumah Sakit Hermina Makassar agar bisa membedakan pelayanan RS yang bersifat reguler dan eksekutif, dalam hal ini peserta Jamkestama.

Pasalnya fasilitas kedua layanan tersebut dipastikan memiliki perbedaa.

"Harus adanya perbedaan terkait pelayanan keduanya tersebut, dari segi fasilitas kamar, obat yang diberikan, maupun tenaga medis yang menangani pastinya berbeda dengan regular. Jangan sampai kedua layanan tersebut tidak bisa di bedakan," tuturnya.

Selain itu, dia juga menyorot persoalan pasien yang sudah diberikan vaksin, namun masih bisa terpapar virus Covid-19.

Melihat persoalan tersebut, ia menginginkan agar ada jalan keluar sehingga permasalahan Covid-19 bisa terselesaikan.

"Saya berharap, untuk mengatasi persoalan Covid-19, pihak rumah sakit bisa memberikan obat ataupun vitamin dengan dosis yang sesuai untuk pencegahan. Dengan demikian, niat yang baik ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi pasien yang sudah divaksin tidak lagi terpapar Covid-19," ucap anggota BURT DPR ini.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya