News Jum'at, 03 Juni 2022 | 22:06

DPR: Anggaran Pendidikan 20 Persen dari APBN Belum Cerminkan Pendidikan Sesungguhnya

Lihat Foto DPR: Anggaran Pendidikan 20 Persen dari APBN Belum Cerminkan Pendidikan Sesungguhnya Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Achmad Hafisz Tohir. (Foto: Istimewa)

Jakarta - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Achmad Hafisz Tohir menekankan bahwa politik anggaran yang bijak penting untuk meningkatkan pendidikan bangsa yang lebih kuat. 

Hafisz berpandangan, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini masih belum mencerminkan pendidikan yang sesungguhnya di Indonesia.

Karena, kata dia, anggaran 20 persen itu masih terserap oleh litbang-litbang (penelitian dan pengembangan) dan R&D (research and development) di beberapa kementerian yang ada di Indonesia seperti PU (Kementerian PUPR), Kemendikbudristek, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, mereka semua mempunyai litbang. 

"Coba kalau ini kita persatukan untuk semua, mencerdaskan kehidupan bangsa ini akan lebih kuat lagi," kata Hafisz usai mengikuti agenda BKSAP SDG`s Day di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis, 2 Juni 2022.

Dia menambahkan, jika ingin benar-benar meningkatkan pendidikan dalam negeri, maka anggaran pendidikan 20 persen dari APBN tersebut harus betul-betul dialokasikan bagi pendidikan, dan tidak diserap untuk hal lain. 

"Artinya tidak hanya cukup 20 persen itu untuk mengcover semuanya. Jadi kalau mau betul-betul mencerdaskan kehidupan bangsa, 20 persen itu betul-betul untuk pendidikan, bukan untuk yang lain-lain, departemen yang lain-lain lagi," ujarnya.

Terkait pendidikan di masa pandemi, dia mengatakan dengan anggaran Covid-19 sebesar Rp 1.000 triliun, dana tersebut mestinya juga mengarah kepada daerah-daerah yang rentan terhadap kegagalan pendidikan, misalnya daerah terpencil dan daerah-daerah dengan jaringan internet yang rendah. 

"Jangan sampai nanti kita secara konvensi ikut kepada peraturan WHO mengenai Covid tetapi tidak berjalan, karena mereka tidak bisa melakukan sekolah-sekolah melalui Zoom (virtual) karena tidak ada internet. Ini kan yang saya katakan tadi bahwa bahwa ketika persoalan itu ada maka pemimpin harus hadir di daerah tersebut," tuturnya.

Terlebih, lanjut politisi PAN ini, Indonesia diperkirakan akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030 mendatang. Oleh sebab itu, sumber daya manusia yang ada harus dibekali dengan pendidikan. 

"Kalau kita betul-betul ingin rakyat Indonesia ini mengenal teknologi, kuat di perekonomiannya dan juga mampu berdiri sendiri di atas kaki dan tangannya, maka mau tidak mau sumber daya manusia yang katakanlah kita mendapatkan bonus demokrasi ini harus diberi senjata, apa itu senjatanya pendidikan," ucap Hafisz. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya