Surakarta - Sesi kedua Study Meeting dalam gelaran Rapimnas dan Rakernas GAMKI pada hari Jumat (30/5/2025) mengambil tema "Ruang Digital yang Aman bagi Semua".
Para pembicara dalam sesi ini adalah Wakil Kabagintelkam Polri Irjen. Pol. Yuda Gustawan, Kepala badan Pengembangan SDM Komdigi Bonifasius Wahyu Pudjianto, serta Sekretaris Komisi II DPRD Kota Surakarta Mukaromah.
Tampil sebagai pembicara pertama, Yuda mengingatkan para peserta bahwa saat ini pemerintah sedang fokus pada visi Indonesia Emas 2045.
Dengan bonus demorafi, diarapkan Indonesia pada saat itu akan menjadi salah satu negara maju dan berpengaruh di dunia.
Namun untuk mewujudkan visi tersebut, pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu syarat mutlak.
"Pengembangan SDM tidak hanya bicara soal peningkatan sarana dan parasarana pendidikan. Asupan informasi yang dikonsumsi pun harus diperhatikan" ujarya.
Ia menyebut saat ini ruang publik, terutama di dunia digital, dibanjiri berbagai narasi. Ada narasi positif, ada pula narasi negatif.
Sembarangan konsumsi narasi tentu akan berdampak buruk. Oleh sebab itu, setiap orang harus bijaksana dalam memilah narasi yang datang.
"Kaum muda, sebagai pihak yang lebih akrab dengan perkembangan teknologi, mustinya dapat lebih mudah melakukannya. Namun semua tentu kembali pada pribadi masing-masing," tambahnya.
Hal memilih narasi, lanjutnya, sejatinya juga merupakan sarana membangun diri seseorang.
Banyak orang baik berakhir buruk hanya karena salah memilih narasi. Pun demikian sebaliknya.
"Pilih narasi-narasi baik. Jangan ikut-ikutan bernarasi buruk, karena dampaknya pasti negatif bagi diri sendiri atau orang lain," pungkasnya.
Meneruskan penjelasan Yuda, Bonifasius meminta semua pihak untuk tidak sembarangan menyebarkan narasi negatif.
Ia menyebut selama ini pihak Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus melakukan pengawasan, utamanya di sosia media yang menjadi titik temu banyak pihak di dunia maya.
"Narasi buruk bisa berbentuk informasi palsu (hoax), kata-kata yang menghina, merendahkan, atau penggiringan opini untuk melakukan hal-hal negatif (vandalisme, bullying, dsb)," urainya.
Selain melakukan pengawasan, Komdigi juga terus melakukan edukasi. Bahkan juga membuka kursus digital untuk membantu masyarakat "melek digital".
"Digitalisasi kini sudah menjadi kebutuhan di bidang ekonomi. Dari situ kita mengenal istilah ekonomi digital yang nilanya tiap tahun terus membesar," imbuhnya.
Dunia digital ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi memberikan ruang berkembang melalui ekonomi digital, tapi di sisi lain memunculkan fenomena kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Dari data yang terkumpul KBGO umumnya menyasar perempuan dan anak-anak sebagai korbanya.
"Inilah faktanya, muncul jenis kejahatan baru yang mengerikan," ungkap Mukaromah.
Bentuk KBGO berupa doxing, non consensual sharing of intimateconet, cyberbulying, sextorsion, stalking, ujaran kebencian berbasis gender.
Penyebab utamanya karena pelaku kurang literasi digital dan literasi gender.
Sebagai langkah melawan kian maraknya aksi KBGO, Mukaromah mendorong kaum muda Kristen mengembangkan etika digital berbasis iman.
Artinya, sikap iman di dunia nyata juga harus diimplementasikan saat ada di dunia maya. Kemudian juga mau terbuka melakukan pelayanan pastoral ataupun pemulihan bagi para korban KBGO.
Di akhir sesi, para pembicara kembali mengajak semua pihak lebih bijak dalam bersikap, ak terkecuali saat ada di ruang digital. []