News Rabu, 26 Januari 2022 | 12:01

GMKI: Pemerintah Harus Melihat Bank Tanah sebagai Cita-cita Reforma Agraria

Lihat Foto GMKI: Pemerintah Harus Melihat Bank Tanah sebagai Cita-cita Reforma Agraria Ilustrasi bank tanah.(Foto:Pixabay)

Jakarta - Ketua Bidang Agraria Maritim Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI), Kaleb Elevansi menyebut bank tanah sempat menjadi polemik karena berkaitan dengan reforma agraria yang juga lahir dari Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 tahun 2022.

Kaleb berpandangan, bank tanah menjadi hal yang serius untuk diperhatikan lantaran tanah terlantar ataupun tanah kosong yang tidak dimanfaatkan dan digunakan, baik milik rakyat ataupun para investor akan diambil alih oleh bank tanah untuk kepentingan investasi.

Hal itu diungkapkan dalam webinar bertajuk "Bank Tanah untuk Kepentingan Investasi atau Keadilan, Kesejahteraan, dan Kemakmuran Rakyat", Senin, 24 Januari 2022.

Diskusi dipandu oleh moderator Goldy Christian selaku Sekretaris Fungsional Bidang Agraria Maritim PP GMKI.

Narasumber yang turut hadir dalam acara itu, yakni Direktur Jenderal Pengadaan & Pengembangan Pertanahan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sekaligus Dewan Pengawas Badan Bank Tanah, Embun Sari.

Kemudian, Akademis Hukum Agraria sekaligus Wakil Ketua Tim Pakar Pengurus Pusat Pejabat Pembuat Akta Tanah Darwin Ginting dan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Dewi Kartika.

Menurut GMKI, permasalahan yang kompleks dalam bidang pertanahan di Indonesia adalah bagaimana, mengatasi konflik-konflik agraria, persediaan, pemanfaatan, dan peruntukan untuk pembangunan.

Adanya bank tanah pada perkembangan agraria di Indonesia memunculkan pikiran-pikiran kritis di mana akan terjadi liberalisasi pasar tanah yang akan banyak mendatangkan investor asing dan kemudahan bagi orang asing untuk menguasai tanah, hal tersebut bisa mengancam keberadaan tanah di Indonesia.

Kemudian, konsep bank tanah ini mengadopsi asas domein verklaring (negaraisasi tanah) dan menyelewengkan hak menguasai dari negara, yang mana konsep tersebut dipakai pada jaman kolonial Belanda.

Kaleb mengatakan, pada tahun 2021 telah terjadi sebanyak 40 kasus pada proyek strategis nasional.

Mulai dari pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol, bendungan, pelabuhan, kereta api, kawasan industri, pariwisata, pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK), dan pembangunan properti maupun berkaitan dengan proyek investasi.

"Yang menjadi perhatian sekarang adalah dengan adanya kehadiran bank tanah di Indonesia apakah dapat memberikan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat, terutama dengan akan hadirnya para investor untuk berinvestasi dengan pemanfaatan tanah di Indonesia," kata Kaleb dalam keterangannya, Rabu, 26 Januari 2022.

Melihat itu, Kaleb memberikan masukan kepada Pemerintah Indonesia terkait langkah-langkah yang harus dilakukan.

"Pemerintah Indonesia haruslah melihat bank tanah sebagai cita-cita serta tujuan dari reforma agraria agar benar-benar terwujud dan juga pemerintah harus siap serta mencari solusi jikalau akan muncul konflik-konflik sosial yang baru, sehingga bisa terciptanya keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia," ujarnya.

"Pemerintah dalam pelaksanaan bank tanah ini harus berdampak positif bagi rakyat dan juga dengan hadirnya investasi terutama pihak asing di Indonesia tidak akan mencederai nilai-nilai kebangsaan serta tetap diberikan batasan bagi mereka," sambung Kaleb.

Sementara, Embun Sari mengatakan hilangnya tanah akibat bencana alam, harga tanah yang tinggi, ketersediaan tanah pemerintah yang terbatas, terjadinya urban sprawling berakibat pada tidak terkendalinya alih fungsi lahan dan perkembangan kota yang tidak efisien menjadi permasalahan pertanahan di Indonesia.

Menurutnya, dibutuhkan ketersediaan tanah yang besar untuk proyek strategis nasional (PSN) seperti pembangunan infrastruktur, energi, pengembangan kota baru, dan program 1 juta rumah untuk MBR dan program pembangunan lainnya.

Pandangannya, bank tanah dibentuk dengan nilai-nilai untuk ekonomi berkeadilan atau keadilan pertanahan dengan karateristik non profit, fungsi sosial, privat/ekonomi, sovereignity/kedaulatan

"Bahwa bank tanah tersebut memiliki tujuan untuk kepentingan umum dan sosial, dalam rangka pembangunan yang diperuntukkan untuk mendorong kebutuhan negara dan juga dalam rangka pertumbuhan pembangunan yang berkelanjutan," kata Sari.

Sementara, Darwin Ginting menyampaikan tujuan bank tanah tidak spesifik, tetapi meliputi kepentingan umum dan swasta, maka diperlukan keseimbangan dalam pelaksanaannya, terutama dalam hal reforma agraria harus diprioritaskan.

Dalam pengelolaan bank tanah, dibutuhkan sumber daya manusia orang yang mengerti dan menguasai kompleksitas masalah agraria, sehingga mampu mempercepat tercapainya realisasi reforma agraria.

"Dalam hal pemberian kewenangan kepada Menteri Agraria harus mengambil tindakan Diskresi, harus selaras dengan visi-misi presiden dalam bidang keagrariaan," ujarnya.

"Tantangan yang dimiliki pemerintah adalah data tanah pertanahan yang harus akurat, up to date, dan tertib administrasi pertanahan agar pertanahan yang dikerjakan pemerintah bisa lebih baik," ucap Darwin Ginting menambahkan.

Dia mengatakan, rekrutmen terhadap pengawas dan badan pelaksana tidak hanya didasarkan kepada kompetensi dan keahlian, tetapi juga harus memperhatikan integritas, moral dan wawasan kebangsaan karena bank tanah ini memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam menghimpun ketersediaan tanah untuk kepentingan nasional.

Di sisi lain, pembicara Dewi Kartika menyampaikan bahwa masalah bank tanah tidak bisa dipahami secara parsial dan hukum normatif saja, ada masalah orientasi ekonomi-politik agraria yang liberal dan kapitalistik.

Indonesia menghadapi beberapa beberapa permasalahan yang bersifat struktural, struktural, kronis, akibat neoliberalisme dan kapitalisme agraria.

"Permasalahan yang sering terjadi adalah ketimpangan struktur agraria, konflik agraria struktural, deagrarianisasi, ketimpangan struktural agraria yang kapitalistik, dan kerusakan ekologis yang meluas," ucap Dewi Kartika.

Menurutnya, persoalan yang harus diprioritaskan pemerintah adalah menyelesaikan konflik-konflik agraria dan juga menanggulangi praktik mafia tanah yang ada di Indonesia, bukan membentuk bank tanah.

Dewi Kartika mengatakan, bahwa pasca putusan Mahkamah Konstitusi tentang Judicial Review Undang-Undang Cipta Kerja, bank tanah ini harus ditunda sampai betul-betul UU tersebut diperbaiki atau di revisi dan juga bila perlu dicabut.

"Kebijakan yang diambil pemerintah dalam reforma agraria harus kembali kepada cita-cita Undang-Undang Dasar 1945, UUPA 1960 dan TAP MPR IX/2001; menjaga kedaulatan bangsa dari ancaman liberalisasi pertanahan dan kapitalisme agraria global," ujarnya.

Dewi Kartika memberikan masukan dalam mencapai cita-cita reforma agraria pemerintah meluruskan paradigmatik atas reforma agraria; reforma agraria sejati (genuine agrarian reform) secara nasional dan sistematis; memperkuat kelembagaan sebagai jalan memenuhi dan memulihkan hak rakyat atas tanah, menuntaskan konflik agraria, mewujudkan kesejahteraan.

Di akhir, Goldy Christian berkesimpulan bahwa pembangunan ataupun perwujudan reforma agraria harus diperuntukkan bagi keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat Indonesia.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya