News Rabu, 19 Januari 2022 | 12:01

Ungkap Modus Operandi Mafia Tanah, Junimart Girsang: Mereka Cari Legalitas di Pengadilan

Lihat Foto Ungkap Modus Operandi Mafia Tanah, Junimart Girsang: Mereka Cari Legalitas di Pengadilan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang.(Foto:Opsi/Instagram @junimart_girsang)

Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengatakan kejahatan mafia tanah saat ini sudah bersifat extraordinary crime dan dengan menggunakan berbagai modus operandi.

Hal itu diungkapkan Junimart dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

"Modusnya sesungguhnya sederhana, pertama yaitu dengan cara memalsukan alat hak, yakni pemutihan lama, girik, petuk, kekitir. Yang kedua, mereka (mafia tanah) mencari legalitas di pengadilan," kata Junimart di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Januari 2022.

Dia juga menyinggung adanya dugaan keterlibatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam kasus pemalsuan Akta Jual Beli (AJB).

"Ini harus ditertibkan juga. Modus lainnya yaitu dengan melakukan pemalsuan atas surat kuasa menjual, membuat sertifikat palsu, dan sertifikat pengganti," ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan ini berpandangan, sebuah sertifikat pengganti bisa terbit karena ada keterlibatan orang dalam.

Selain itu modus lainnya adalah dengan menghilangkan warkah, menggunakan para preman untuk menduduki tanah secara ilegal, dan juga makelar tanah.

"Inilah modus mafia tanah yang bisa diidentifikasi," tutur Junimart Girsang.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal juga menyinggung masalah bank tanah.

Dia mengaku pertama kali mendengar istilah bank tanah ketika pembahasan mengenai UU Cipta Kerja.

"Maksud daripada keberadaan bank tanah dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 yaitu untuk memberikan kemudahan berusaha. Karena memang iklim usaha di Indonesia sangat kacau sampai dengan hari ini," kata Syamsurizal.

Dia memaparkan bahwa ketika ada 33 perusahaan yang keluar dari China, sejumlah 23 perusahaan bisa ditarik oleh Vietnam, 3 lari ke Thailand, 2 masuk ke Malaysia, 3 ke Singapura.

"Tidak satupun dari 33 perusahaan tersebut masuk ke Indonesia, dikarenakan iklim usahanya belum tercipta dengan baik. Maka kemudian lahirlah Omnibus Law supaya terjadi dinamisasi dan penyesuaian dengan UU yang ada di luar negeri," ucapnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengutarakan, permasalahan bank tanah terkait dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Dia juga menyebut akan ada peraturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang akan terbit dan akan disampaikan penjelasannya kepada DPR.

"Untuk itu kami ingin mengetahui perkembangan PP yang berkaitan dengan bank tanah yang dijanjikan pemerintah" ucapnya.

Syamsurizal mengatakan, persoalan tanah yang dilakukan mafia tanah, salah satu penyebab adalah belum klop atau sinkronnya antara kementerian yang satu dengan kementerian yang lain, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN.

Disebutkan bahwa 67 persen permasalahan tanah ada di KLHK, dan 33 persen ada di Kementerian ATR/BPN.

"Kami ingin penjelasan mengenai hal ini, karena yang kami ketahui mafia-mafia tanah itu bersembunyi ketika HGU sudah berakhir masa operasionalnya," tuturnya.

"Ada sisa tanah dari yang pernah digunakan itu tidak dilaporkan, atau ada sisa tanah yang terlantar, atau kelebihan (jumlah luasan) tanah dari yang seharusnya tertulis dalam HGU yang diberikan. Disitulah mafia tanah masuk untuk kepentingan golongan atau pihak tertentu," ucap Syamsurizal.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya