Jakarta - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menanggapi vonis hukuman mati terhadap Herry Wirawan, terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati.
"Putusan vonis mati terhadap predator seksual terhadap anak merupakan sejarah dalam penegakan hukum untuk perkara kejahatan seksual," kata Arist dalam keterangan pers diterima, Selasa, 5 April 2022.
Vonis mati tersebut diputuskan hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dalam sidang banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jawa Barat pada Senin, 4 April 2022.
Dalam putusan tersebut, hakim memperbaiki putusan PN Bandung yang sebelumnya menghukum Herry Wirawan dengan penjara seumur hidup.
Herry Wirawan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP.
Kemudian, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU Nomor 17/2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bertalian dengan dengan hukum lainnya.
Baca juga:
Dukung Tuntutan Hukum Mati dan Kebiri Kimia Herry Wirawan, Menko PMK: Supaya Memberikan Efek Jera
Kejati Jawa Barat bersikeras menuntut hukuman mati terhadap Herry Wirawan. Itu kemudian yang menjadi alasan JPU Kejati Jabar mengambil langkah banding atas vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan majelis hakim kepada predator seks itu.
"Kami tetap menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius, sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," kata Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana di Bandung pada Selasa, 22 Februari 2022 lalu.
Menurut Arist, kasus Herry Wirawan adalah putusan hukuman mati yang pertama di Indonesia setelah UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Perpu Nomor 1 Tahun 3026 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Seturut dengan itu kata dia, Komnas Perlindungan Anak berharap majelis hakim PN Malang menjadikan yurisprudensi untuk kasus kejahatan seksual yang dilakukan terdakwa Julianto Ekaputra, bos sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu Malang yang kasusnya sedang digelar dan disidangkan di PN Malang.
"Setelah mempelajari dokumen tuntutan JPU Kejati Jawa Barat dan undang-undang yang diterapkan dalam perkara Hery Wirawan, Komnas PA berharap JPU yang menangani kasus terdakwa Julianto Ekaputra, dapat menerapkan ketentuan pasal-pasal yang menjadikan dalil hukum menjerat Herry Wirawan terhadap Julianto," kata Arist. []