News Selasa, 08 Maret 2022 | 18:03

Industri Kerap Memberangus Serikat Buruh, Perempuan Jadi Korban

Lihat Foto Industri Kerap Memberangus Serikat Buruh, Perempuan Jadi Korban Pekerja pabrik sepulang bekerja di Jakarta. (Foto: bisnis.com)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Momentum Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2022, YLBHI dan 17 LBH di 17 provinsi di Indonesia mengeluarkan statemen yang berisi kondisi perempuan di berbagai sektor dalam beberapa wilayah.

Salah satu isu yang disampaikan adalah upaya pemberangusan serikat buruh yang berdampak pada buruh perempuan.

LBH Bandung misalnya melaporkan, adanya serangan CV Sandang Sari terhadap Serikat Buruh Militan Sebumi. Itu berlangsung setelah 21 tahun disahkannya Undang-undang kebebasan berserikat. 

Pemberangusan serikat buruh masih menjadi masalah yang ditemukan dalam hubungan industrial di Jawa Barat. 

Di Jawa Barat, setidaknya terdapat 1.646 perusahaan yang memiliki modal asing, 363 di antaranya ditanam di industri tekstil, pakaian jadi, dan pengelolaan alas kaki.

Tiga industri mempekerjakan 788.464 atau 44 persen dari 1.790.285 total tenaga produksi di Jawa Barat. 

Dari 788.464 orang bekerja di tiga industri tersebut 521.479 atau 66 persen di antaranya adalah perempuan.

Serikat buruh bagi buruh perempuan bukan hanya dimaknai sebagai tempat mengeluh manakala praktik hubungan industrial yang tidak adil menimpa mereka. 

"Melampaui itu serikat buruh dimaksudkan untuk menjadi ruang aman bagi buruh perempuan dan juga memiliki fungsi sosial, ekonomi dan pendidikan yang membebaskan buruh perempuan dari dominasi, subordinasi dan kekerasan baik di tempat kerja maupun di dalam rumah," terang Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur, Selasa, 8 Maret 2022. 

YLBHI dan LBH Bandung menilai serangan terhadap serikat buruh tidak boleh dikategorikan sebagai praktik hubungan industrial yang tidak adil saja.

Serangan terhadap serikat buruh melalui berbagai metode adalah upaya opresi terhadap ruang hidup buruh perempuan. 

Baca juga: Ini Tuntutan YLBHI dan 17 LBH dalam Perayaan Hari Perempuan Internasional

Kemudian, LBH Semarang juga menyoroti terkait adanya kekerasan seksual di lingkungan perusahaan dan pabrik yang banyak terjadi, tetapi minim pengaduan dan pemberitaan.

Buruh perempuan banyak yang memilih diam karena banyak pertimbangan khususnya kebutuhan ekonomi.

Perempuan Buruh Migran

Jawa Barat diketahui masih menjadi penyuplai pekerja migran terbanyak ke luar negeri, termasuk ke negara di Timur Tengah. 

Indonesia masih melakukan moratorium terhadap seluruh negara di Timur Tengah artinya Indonesia tidak mengizinkan pekerja migran, baik perempuan maupun laki-laki untuk berangkat ke sana.

Baca juga: Peringati Hari Perempuan Sedunia, Massa Buruh Demo ke Gedung DPR RI

"Kami kemudian menemukan adanya penyelundupan perempuan buruh migran yang dilakukan oleh perekrut lapangan dengan modus penggunaan visa kunjungan," ungkap Isnur. 

Kondisi yang dihadapi masih sama dengan jalur migrasi menuju Timur Tengah dibuka untuk pertama kalinya. 

Overstay, dokumen ditahan majikan, hak-hak normatif perburuhan tidak dibayar, penyekapan, kekerasan seksual dan selalu disalahkan, diceramahi dan ditelantarkan oleh petugas KBRI ketika meminta pertolongan untuk dievakuasi ataupun direpatriasi ke daerah asal.

Perempuan dan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Pekerja Rumah Tangga (PRT) kerap mendapatkan kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga perdagangan manusia. 

Sementara, mengenai pemenuhan hak-hak normatifnya sebagai pekerja juga tidak dijamin oleh negara seperti upah yang layak, jaminan sosial, jam kerja yang layak, dll. 

Persoalan ini menurut YLBHI, berakar pada tidak adanya substansi hukum yang mengatur dan melindungi hak-hak PRT. 

Sementara RUU PPRT (Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) sampai saat ini belum juga masuk Prolegnas Prioritas DPR RI padahal sudah diajukan sejak 18 tahun silam. 

Berdasarkan survei ILO di tahun 2015, mayoritas Pekerja Rumah Tangga adalah perempuan. Jumlahnya sebanyak 4,2 juta atau 84 persen dari jumlah keseluruhan PRT.

Lalu diperkirakan pada tahun 2021, jumlah Pekerja Rumah Tangga meningkat sekitar 5 juta. PRT perempuan memiliki kerentanan yang berkali lipat, mengingat secara kultural, pekerjaan-pekerjaan domestik kerap dilekatkan sebagai urusan perempuan. 

"Alasan tersebutlah yang mengakibatkan perempuan PRT kerap menghadapi ketidakadilan seperti kekerasan dan ketimpangan upah," tandas Isnur. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya