Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan mengawal proses evakuasi izin usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua Barat agar berjalan baik dan tidak merugikan masyarakat adat.
"Evaluasi ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan koordinasi dan supervisi Sektor Perkebunan Kelapa Sawit di Papua Barat yang sudah dilakukan sejak Februari 2021," kata Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria meneruskan keterangannya, Rabu, 13 Juli 2022.
KPK dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi akan memastikan dan mengawal setiap pihak berada dalam tujuan yang sama selama proses penertiban izin.
Sebab sejak awal, penataan izin usaha perkebunan kelapa sawit di Papua Barat dimaksudkan untuk perbaikan tata kelola dalam rangka mencegah korupsi, mencegah kerugian keuangan negara, serta menjaga kawasan hutan.
Dikatakan bahwa Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai provinsi konservasi dan hal ini butuh dukungan aktif semua pihak terutama investor perkebunan kelapa sawit.
"Kita menghargai proses hukum yang berlaku. Namun di sisi lain, kita wajib menegakkan aturan termasuk kepatuhan pelaku usaha. Apalagi jika izin usaha perkebunan tersebut tidak memenuhi kewajibannya kepada negara, dan bahkan mengancam kelestarian hutan Papua, wajib kita tertibkan," ujarnya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, Yakob S Fonataba menyebutkan bahwa tercatat dari total 24 IUP Kelapa Sawit yang dievaluasi, 16 di antaranya telah dicabut izinnya karena tidak memenuhi syarat legalitas dan melakukan pelanggaran operasional.
"Kami merekomendasikan agar perusahaan tersebut dicabut izinnya karena secara eksplisit menyatakan tidak akan melanjutkan proses perolehan izin. Di samping itu, ada juga IUP yang sama sekali belum melakukan pembukaan lahan dan penanaman sawit," tuturnya.
16 perusahaan yang dimaksud, yakni PT Internusa Kaya Sejahtera, PT Anugerah Sakti Internusa, PT Persada Utama Agromulia, PT Varia Mitra Andalan, PT Inti Kebun Lestari, PT Cipta Papua Plantation, PT Papua Lestari Abadi, PT Sorong Agrosawitindo, PT Bintuni Sawit Makmur, PT Menara Wasior, PT Rimbun Sawit Papua, PT Anugerah Papua Investindo Utama, PT Mitra Sylva Lestari, PT HCW Papua Plantation, PT Permata Putera Mandiri, dan PT Pusaka Agro Makmur.
Pencabutan izin ini sejalan dengan arahan Presiden RI pada 6 Januari 2022 di mana izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, dan yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan akan dicabut.
Untuk Papua Barat, 17 IUP telah dicabut pemerintah pusat dan ini beririsan dengan 11 IUP yang telah dicabut izinnya oleh pemda Papua Barat pada 2021.
"Terhadap pencabutan IUP tersebut, sebanyak lima perusahaan melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas pencabutan izin," kata dia.
Sementara itu, Sekda Provinsi Papua Barat Nathaniel Dominggus Mandacan meminta dukungan semua pihak termasuk jajarannya untuk menghadapi setiap gugatan hukum dalam upaya penegakan aturan.
"Setiap Organisasi Perangkat Daerah, wajib membantu bupati atau pihak terkait untuk menghadapi gugatan hukum tersebut," ujar Mandacan.
Luas wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit di Papua Barat, sekitar 686 ribu hektar. Dari luasan tersebut hanya 67 ribu hektar yang sudah ditanami sawit.
Terkait kepatuhan perpajakan IUP Kelapa Sawit, Kepala Kanwil Pajak Wilayah Maluku dan Papua Hery Kuswanto berjanji akan melakukan penagihan secara aktif kepada perusahaan tersebut.
"Kantor Pajak akan berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan penagihan pajak. Untuk itu perlu ada sinergi dan dukungan lintas instansi baik pusat maupun daerah. Kami akan melakukan rekonsiliasi data pajak dengan Dinas terkait," ucap Hery.
Selain ketidakpatuhan pembayaran pajak, peserta rapat juga menyoroti kontribusi sektor ini dalam membangun wilayah Papua Barat, sebab industri pengolahan minyak goreng belum ada di Papua Barat.[] (ANTARA)