Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan Undang-Undang Pilkada tidak mengatur soal perpanjangan masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pernyataan itu disampaikan merespons usul pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan soal perpanjangan masa jabatan Anies Baswedan dan para kepala daerah yang habis pada 2022-2023.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik mengatakan UU Pilkada mengatur masa jabatan kepala daerah hanya lima tahun. Setelah itu, kepala daerah bisa dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu periode selama lima tahun.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014 serta Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tersebut, tidak terdapat ruang regulasi untuk perpanjangan masa jabatan kepala daerah karena secara eksplisit normanya membatasi hanya lima tahun," kata Akmal lewat keterangan tertulis, Senin, 14 Februari 2022.
Menurutnya, perpanjangan masa jabatan Anies dan kepala daerah lainnya justru akan menimbulkan masalah hukum. Hal itu disebabkan tidak ada landasan hukum pada aturan perundang-undangan.
Dia meminta semua pihak mengikuti aturan perundangan yang berlaku. Ia mengingatkan konstitusi menyatakan Indonesia adalah negara hukum.
"Dalam menjalani kehidupan bernegara dan menyelenggarakan pemerintahan, seluruh elemen bangsa wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana amanat konstitusi," ucap Akmal Malik.
Sebelumnya, berbagai usulan soal perubahan desain Pilkada muncul jelang 2024. Usulan-usulan itu merespons aturan penunjukan penjabat kepala daerah pada 2022-2024.
UU Pilkada mengamanatkan penyerentakan pilkada pada November 2024. Dengan begitu, daerah yang kepala daerahnya habis masa jabatan pada 2022 dan 2023 akan dipimpin penjabat pilihan pemerintah.
Desain pemilu itu menuai kritik karena dinilai tidak demokratis dan lemah secara legitimasi. Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala daerah saat ini.
"Sebaiknya diperpanjang saja masa jabatan kepala daerah dan wakilnya. Misalnya, habis 2022, siapa gubernur dan wakil gubernur di sana ditambah dua tahun sampai 2024. Kalau habisnya 2023, tambah satu tahunan," ungkap Djohermansyah mengutip CNNIndonesia, 22 September 2021.
Desain pemilu itu menuai kritik karena dinilai tidak demokratis dan lemah secara legitimasi. Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala daerah saat ini.[]