Jakarta - Bath Moelyono, yang merupakan target utama dan berhasil lolos dari pembunuhan misterius dari rezim Orde Baru Soeharto membuat pernyataan soal Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 yang membentuk tim Penyelesaian Pelanggaran HAM (PPHAM) berat masa lalu.
Disebutnya, sesuai Keppres No. 17 Tahun 2022 pada Pasal 9 dan Pasal 10, disebutkan tugas dari PPHAM adalah melakukan pengungkapan dan analisis terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu Soeharto.
Dalam pengungkapan dan analisis dimaksud telah diberikan rambu-rambu atau batasan, yaitu semata-mata hanya tertuju kepada soal latar belakang, sebab akibat, faktor pemicu, dan identifikasi korban dan dampak yang timbul.
"Sungguh aneh bin ajaib maksud dan tujuan dari Keppres Ini. Di belahan dunia manapun ketika terjadi peristiwa kejahatan, khususnya menyangkut tindak pidana pembunuhan, yang harus diungkap adalah siapa pelaku dari tindak kejahatan tersebut," ujarnya dalam pernyataan tertulis diterima Opsi, Minggu, 25 September 2022.
"Di situlah berbagai investigasi dan analisa harus dilakukan guna mengungkapkan siapa pelaku dari tindak kejahatan pembunuhan itu. Bukan sebaliknya, yang dianalisa atau diungkapkan hanya korbannya saja," katanya lagi.
Dia mengaku, benar-benar sulit diterima oleh nalar sehat terutama sekali jika berkehendak untuk mengungkap ataupun menganalisa kejahatan kemanusiaan Soeharto dalam tragedi pembunuhan misterius yang telah digelar sejak tahun 1983-1985.
Dimana secara kasat mata dan terang benderang Soeharto dengan sadar telah mengakui sendiri perbuatannya melalui otobiografi berjudul “Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya” dan satu lagi di buku Soeharto yang berjudul “Di antara Para Sahabat Pak Harto 70 Tahun”.
Baca juga:
jokowi-didesak-batalkan-keppres-pembentukan-tim-penyelesaian-pelanggaran-ham-berat-masa-lalu">Jokowi Didesak Batalkan Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Dalam buku terakhir tersebut bahkan Soeharto dengan tegas menyatakan telah siap untuk bertanggung jawab di hadapan Tuhan sekalipun.
"Dan jangan lupa terhadap kejahatan kemanusiaan Soeharto tentang pembunuhan misterius tersebut oleh Komnas HAM secara resmi dan faktual telah direkomendasikan sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu," tukasnya.
Dia mengatakan, sekiranya kinerja atau aturan main tim PPHAM hanya membelenggu dirinya sesuai dengan rambu-rambu yang ditentukan Pasal 9 dan Pasal 10, maka dia mengaku sangat khawatir jika hasilnya tidak jauh berbeda dengan mimbar “Peradilan Sesat” seperti halnya yang menimpa Karta dan Sengkon di masa lalu.
Mengingat hasil kinerja tim tersebut sama sekali tidak menganalisis atau mengungkapkan siapa pelaku atau aktor intelektual pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Semoga kinerja tim PPHAM tidak seperti halnya orang buta ketika menatap sinar matahari. Meskipun cahaya terang yang dihadapinya akan tetapi hanya kegelapan yang dilihat dan dipikirkannya," sebut Moelyono, yang berdiam di Semarang tersebut.
Dengan kata lain sambung dia, jangan hendaknya hasil kinerja tim PPHAM yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 17 Tahun 2022 justru menjadi pintu gerbang atau sekaligus bertindak sebagai pelopor atas pemberian imunitas terhadap pelaku tindak kejahatan kemanusiaan di masa pemerintahan rezim Soeharto.
"Saya hanya ingin pengungkapan dan analisis tentang pelanggaran HAM berat rezim Soeharto diungkapkan sesuai dengan fakta dan kebenaran sejarah yang terjadi tanpa adanya manipulasi," tandasnya. []