Jakarta - Desa Airmadidi Bawah Minahasa Utara, Sulawesi Utara, didorong menjadi Desa Wisata Unggulan di Likupang.
Tiga destinasi di desa wisata tersebut sangat mendukung hal itu. Tumatenden, Kolam Mata Air Bidadari, dan Taman Purbakala Waruga.
Ini dia ulasannya dirangkum dari berbagai sumber.
1. Tumatenden
Ini adalah permandian yang letaknya bersebelahan (dipisahkan dengan jalan perkampungan) dengan kompleks Waruga Airmadidi Bawah.
Jarak Tumatenden dari jalan umum kurang lebih 100 meter dari jalan raya Airmadidi-Sawangan, sehingga sangat mudah dijangkau.
Tumanden punya cerita rakyat. Kisah antara pemuda dan bidadari dari kayangan, seperti Mamanua dan Lumalundung nyatanya juga berada di tempat lain dengan cerita yang hampir mirip.
Telaga Tumatenden berada di Kelurahan Airmadidi Bawah. (Foto: bertumbuh xyz.)
Misalnya kisah tentang Kasimbaha dan Utahagi pada suku Bantik di Minahasa, kisah Sense Madunde dan Sagheno pada masyarakat Sanger, kisah Awang Sukma dan Putri Bungsu pada suku Dayak di Kalimantan Selatan, atau cerita tentang Jaka Tarub dan Nawang Wulan pada masyarakat Jawa.
Masing-masing cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda yang bertemu dengan kumpulan bidadari dari kayangan di suatu kolam atau telaga.
Kemudian dikisahkan pemuda ini mencuri selendang seorang bidadari yang kemudian nantinya ia memperistri bidadari itu.
Kisah yang serupa ini mungkin merupakan bukti bahwa suku-suku ini memiliki keterkaitan pada zaman dahulu.
Namun hal ini hanya merupakan asumsi-asumsi yang sampai sekarang belum ada penelitian lebih lanjut.
Lepas dari cerita rakyat ini yang hampir mirip ini, menurut ilmu Antropologi bahwa memang suku-suku di Indonesia dulunya berasal dari satu bangsa, yakni Austronesia.
2. Kolam Pemandian Bidadari
Ukuran kolam ini tak besar. Tinggi air satu meter saja. Panjang hanya delapan meter dengan lebar tiga meter.
Dulu memang tak sekecil ini. Kolam ini dari legenda masyarakat dipercaya menjadi tempat mandi para bidadari setiap bulan purnama.
Kolam Pemandian Bidadari. (Foto: Kemendikbud)
Oleh penduduk setempat, mata air yang keluar dari kolam bidadari tersebut dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Bila mandi di situ. Sekadar cuci muka pun bakal memberi khasiat yang baik. Letaknya di Desa Bannada, menyimpan sejuta cerita mistik.
Konon, awal mula terbentuknya kerajaan Porodisa berasal dari desa ini. Dengan kearifan lokal yang terus terjaga, hukum adat masih sangat mengikat di sana. Masyarakat pun mempercayai hal-hal berbau mistik.
3. Waruga
Waruga terletak di Desa Airmadidi Bawah, Kecamatan Airmadidi. Berjarak 4 km dari pusat Kota Airmadidi.
Desa ini berada di sebelah tenggara dari Gunung Kelabat, salah satu gunung tinggi di Sulawesi Utara.
Waruga terletak di Desa Airmadidi Bawah, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. (Foto: Kemendikbud)
Pada situs taman waruga ini terdapat 150 waruga yang dikumpulkan dari daerah sekitar.
Waruga tersebut memiliki ukuran beragam, yang terkecil kira-kira setinggi pinggang orang dewasa atau sekitar 80 cm dengan sisi-sisi persegi berukuran sekitar 50 cm.
Waruga yang terbesar kira-kira setinggi orang dewasa atau sekitar 160 cm dengan sisi-sisi persegi berukuran antara 60-80 cm.
Waruga-waruga pada situs ini terbuat dari bahan batuan tufa, sehingga cukup kuat dan tahan lama.
Bahan untuk membuat waruga sudah tersedia di lingkungan alam Minahasa Utara. Waruga di dalam situs ini berjumlah 152 dan terdiri dari berbagai ukuran.
Bagian wadah waruga umumnya berbentuk kotak persegi empat atau kubus dan persegi empat panjang seperti peti kubur pada umumnya.
Banyak di antara waruga yang berhias pada bagian tutup maupun wadahnya, hanya sedikit yang tidak berhias.
Pola hiasnya ada yang berupa pola hias manusia (anthropomorphic), binatang dan pola hias geometri.
Sebagian besar waruga dalam keadaan utuh. Waruga-waruga dalam keadaan tertata rapi dengan susunan yang teratur.
Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian.
Bagian atas berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang untuk menempatkan jenazah.
Mula-mula suku Minahasa mengubur orang meninggal dengan cara membungkus jenazah dengan daun woka (sejenis janur).
Lambat laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan daun woka.
Kebiasaan dibungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah rongga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga pohon lalu dikuburkan dalam tanah.
Pada sekitar abad IX M suku Minahasa mulai menggunakan waruga.
Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap ke utara dan didudukkan dengan tumit kaki menempel pada pantat dan kepala mencium lutut.
Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang suku Minahasa berasal dari bagian Utara.
Sekitar tahun 1860 mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga.
Peti kubur batu tersebut memiliki fungsi media yang komunal, sebab dalam satu buah waruga dapat dikuburkan lebih dari satu jenazah.
Tahun 1977 Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan melakukan pemugaran di kompleks situs Airmadidi dan Sawangan.
Pada tahun 1978 ditetapkan oleh pemerintah sebagai lokasi benda cagar budaya dan menjadi salah satu obyek wisata budaya yang diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Joesoef pada tanggal 23 Oktober 1978. []