Jakarta- Koalisi Orang Muda dan Masyarakat Sipil Jakarta Kawal RUU DKJ mengecam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) yang tidak transparan dan minim partisipasi publik.
Hal ini terungkap dalam diskusi publik yang diselenggarakan Gusdurian Jakarta pada 22 Maret 2024 dengan narasumber Anwar Razak (Kopel Jabodetabek) dan Elizabeth Kusrini (Indonesia Budget Center).
Anwar Razak menyoroti minimnya transparansi dalam proses pembahasan RUU DKJ. “Kanal informasi dan partisipasi di web DPR tidak difungsikan. Masyarakat tidak diberi akses untuk mengetahui perkembangan pembahasan RUU,” tegasnya.
Elizabeth Kusrini dari Indonesia Budget Center menambahkan, “RUU DKJ masih memiliki banyak pasal bermasalah yang berpotensi melemahkan demokrasi dan memicu pemborosan anggaran.”
Beberapa poin krusial yang disorot Koalisi Warga Kawal RUU DKJ, yakni pasal tentang penunjukan dan pemberhentian gubernur oleh presiden sudah dihapus, namun digantikan dengan pemilihan langsung. Hal ini dikhawatirkan akan memicu politik uang dan oligarki.
Pasal tentang pemberian kewenangan wapres untuk pengelolaan kawasan aglomerasi sudah dihapus, namun diganti dengan kalimat "presiden dapat menunjuk wapres". Pasal ini masih berpotensi menjadi pasal bagi-bagi kekuasaan.
Pasal tentang pembentukan dewan kota di kabupaten/kota tidak memiliki prosedur pemilihan dan cantolan UU, berpotensi menjadi lahan politik baru di luar mekanisme pemilihan yang sudah ada.
Dewan kota tidak akan efektif bekerja karena di-SK-kan oleh Gubernur. Hanya akan menjadi lembaga penampung dan penyampai aspirasi dan tidak mempunyai kekuatan politik. Dewan kota berpotensi hanya menghabiskan uang APBD dan kerja tak ada hasil.
BACA JUGA: RUU DKJ Minim Pelibatan Publik, KOPEL Minta DPR Tidak Buru-buru Membawa ke Paripurna
Lembaga musyawarah kelurahan (LMK) yang akan dibentuk lewat SK bupati/walikota tidak akan berjalan efektif. Bekerja tapi tak ada hasil dan sekedar penampung dan penyampai aspirasi dan tidak bergigi serta berpotensi memboroskan APBD. Estimasi pemborosan 250 miliar per tahun.
Fungsi dewan kota/kabupaten dan LMK tak memiliki relevansi kerja dengan kekhususan yang diberi pada Jakarta sebagaimana disebut dalam konsideran RUU.
Konsep aglomerasi dalam RUU tidak mencerminkan pengaturan Jakarta dan daerah gugus sebagai kawasan ekonomi dan kota global.
Aspek penyediaan sarana, pemberdayaan, perlindungan, dan partisipasi publik dalam konteks aglomerasi tidak diatur dalam RUU.
Atas dasar tersebut, Koalisi Orang Muda dan Masyarakat Sipil Jakarta Kawal RUU DKJ, yang terdiri dari SPRI, IBC, KOPEL Jabodetabek, GUSDURIAN Jakarta, KBKJ67, FILEM, Senja, REDI Jakarta, YMM dan KPP Petamburan merekomendasikan agar DPR menunda pembahasan RUU DKJ dan membuka ruang partisipasi publik yang seluas-luasnya dan melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan pakar dalam pembahasan RUU DKJ.
RUU DKJ dikaji ulang secara komprehensif untuk memastikan terciptanya tata kelola pemerintahan yang demokratis, akuntabel, dan berkelanjutan di Jakarta.
Koalisi Warga Kawal RUU DKJ akan terus mengawal proses pembahasan RUU DKJ dan memastikan agar aspirasi publik didengar dan diakomodasi. []