Jakarta – Penasihat hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis, menduga adanya pelanggaran hukum oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Dugaan ini muncul berdasarkan fakta persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 Februari.
Todung menjelaskan bahwa dalam persidangan, dua saksi, yaitu Agustiani Tio Fridelina (mantan narapidana kasus suap pergantian antarwaktu/PAW Harun Masiku) dan Kusnadi (staf Hasto), mengungkapkan adanya tekanan dari penyidik KPK.
"Agustiani bahkan mengaku dijanjikan sejumlah uang sebelum pemeriksaan agar menyebut nama Hasto terlibat dalam kasus ini," ujar Todung dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Februari 2025.
Menurutnya, fakta ini semakin mempertegas dugaan pelanggaran hukum oleh KPK dalam menetapkan status tersangka Hasto Kristiyanto.
Todung juga menyoroti praktik "daur ulang" bukti lama yang dinilai tidak relevan. Ia mencontohkan, KPK membangun cerita seolah-olah Hasto menyetujui dan menalangi dana operasional ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Padahal, cerita ini sudah diuji di pengadilan sebelumnya dan dinyatakan tidak terbukti dalam kasus Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri.
“Mengapa KPK kembali mengangkat cerita lama yang sudah tidak terbukti? Bukti yang digunakan pun berasal dari Januari 2020,” tanya Todung.
Todung menegaskan bahwa KPK melakukan framing (pembingkaian) dengan menyatakan bahwa perintah Hasto kepada Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah untuk mengawal surat DPP PDIP berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) adalah bagian dari rangkaian suap.
Menurutnya, hal itu adalah tugas Hasto sebagai Sekjen untuk memastikan keputusan MA ditindaklanjuti sesuai hukum.
“Ini bukan perbuatan melawan hukum, melainkan tugas Hasto sebagai petugas partai yang memperjuangkan hak dan kewenangan PDIP yang dijamin oleh putusan MA,” tegas Todung.
Todung mengingatkan bahwa praktik-praktik seperti ini dapat merusak tatanan penegakan hukum dan upaya pemberantasan korupsi.
“Dukungan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi tidak boleh dinodai dengan praktik terlarang dan tidak beretika. Apalagi jika penegakan hukum dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis,” tandasnya.
Todung menyerukan agar KPK tidak menggunakan cara-cara yang melanggar hukum dan etika dalam menangani kasus ini.
“Penegakan hukum harus dilakukan dengan integritas tinggi, bukan dengan membangun cerita berdasarkan imajinasi atau memanipulasi fakta,” pungkasnya.[]