Jakarta - Dr. Daniel Yusmic FoEkh menjadi putra Nusa Tenggara Timur (NTT) pertama yang menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Dia menjadi hakim MK periode 2020-2025, menggantikan posisi I Dewa Gede Palguna.
Sebelumnya, dari delapan kandidat yang mengikuti seleksi, Daniel Yusmic FoEkh bersama dua orang lainnya dinyatakan lolos seleksi, yaitu Supardan Marzuki, dan Ida Budhiati. Daniel Yusmic menjadi hakim MK mewakili unsur pemerintah/eksekutif.
Dr. Daniel Yusmic Pancastaki FoEkh lahir di Kupang, NTT, 15 Desember 1964. Daniel merupakan putra ke-5 dari tujuh bersaudara. Ia lahir dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes.
Daniel menikah dengan Sumiaty. Pasangan ini mempunyai tiga orang anak yaitu Refindie Micatie Esanie FoEkh, Franklyn Putera Natal FoEkh, dan Abram Figust Olimpiano FoEkh.
Daniel Yusmic mengeyam pendidikan SD GMIT 2 di Kabupaten Kefamenanu pada 1970. Kemudian melanjutkan studi SMP Negeri II Kupang hingga lulus SMA Negeri 1 Kupang pada tahun 1985.
Pada tahun 1985, Daniel Yusmic kemudian mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) untuk pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang. Pada saat itu, Daniel Yusmic memilih jurusan hukum dan lulus pada tahun 1990. Sejak mahasiswa di Undana, ia pun tercatat aktif sebagai anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang.
Usai lulus dari Undana,1990, ia mengungkapkan niatnya untuk mengikuti tes wartawan profesional pada 1991 di Yogyakarta. Namun, ia tidak lolos dalam tes tersebut.
Kemudian, Daniel Yusmic melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Indonesia pada tahun 1995 dan lulus pada 24 Juni 1998. Tidak puas pada tingkat pascasarjana, Daniel Yusmic terus belajar dan kemudian melanjutkan pendidikan hingga meraih gelar doktor (S3) pada tahun 18 Juli 2011 dari Universitas Indonesia. Judul disertasi yang menghantarkan gelar doktornya tersebut adalah “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU): Suatu Kajian dari Perspektif Hukum Tata Negara Normal dan Hukum Tata Negara Darurat”.
Selama menjalani pendidikan, pengajar yang tinggal di daerah Salemba Tengah, Jakarta Pusat, ini dikenal sebagai figur yang cerdas, sangat gemar berorganisasi, namun sederhana dalam kesehariannya. Dia pernah menjadi Ketua Dewan Ambalan Pramuka Gugus Depan 03/04 RRI Kupang (1989-1990), Sekretaris Filateli Cabang Kupang, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Di GMKI, Daniel Yusmic tidak hanya menumpangkan nama, namun terus belajar dan mengikuti pergerakan mahasiswa. Tidak tanggung-tanggung, keaktifan Daniel Yusmic di GMKI menjadikannya sebagai Pengurus Pusat GMKI pada periode 1992-1994 sebagai Wakil Sekretaris Umum dan 1994-1996 sebagai Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan (Kabid AP).
Daniel Yusmic juga pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua DPD Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) DKI Jakarta, Ketua Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) Cabang Jakarta Pusat, Wakil Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN DKI Jakarta, Sekretaris Badan Pengurus Perwakilan GMIT (Gereja Masehi Injili Timor) di Jakarta, Ketua Bidang Hubungan Kerjasama Asosiasi Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK) DKI Jakarta, dan Pengurus Nasional Perkumpulan Senior (PNPS GMKI).
Pada tahun 2008 di saat gejolak tanah Salemba PGI-GMKI dengan pihak PT. Kencana indotama persada (KIP), Daniel Yusmic juga dipercaya sebagai kuasa hukum GMKI.
Sebelum diangkat menjadi hakim konstitusi, putra NTT ini pernah menjadi dosen di Fakultas Hukum UKI dan dosen tetap di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta dengan jabatan fungsional sebagai asisten ahli. Selama menjadi dosen di Unika Atma Jaya, beliau pernah dipercaya sebagai wakil dekan fakultas hukum.
Memiliki segudang ilmu tentang hukum, Daniel sering diundang oleh berbagai lembaga dan organisasi sebagai pemateri seminar, focus group discussion, maupun sharing.
Soal cita-cita ke depan, Daniel mengatakan sudah saatnya MK menjadi lembaga yang berhak untuk menilai sesuatu kegentingan dalam undang-undang. Dia menilai saat ini MK tak punya kewenangan seperti itu.
Daniel mengambil contoh sistem hukum negara Belanda yang bisa mengubah dari sistem tata negara subjektif menjadi objektif.
Daniel Yusmic juga menginginkan keterlibatan MK dalam menilai kapan Perppu layak dikeluarkan. Sehingga dengan adanya penilaian MK, maka bisa dijadikan Presiden sebagai rujukan. []