Pilihan Jum'at, 26 April 2024 | 15:04

Misteri Gunung Lawu: Kyai Jalak dan Sejarah Moksa Prabu Brawijaya V

Lihat Foto Misteri Gunung Lawu: Kyai Jalak dan Sejarah Moksa Prabu Brawijaya V Ketua Umum Perjuangan Rakyat Nusantara (Pernusa), KP Norman Hadinegoro.(Foto:Opsi/Fernandho Pasaribu)

Catatan: Kanjeng Pangeran Norman Hadinegoro

Peristiwa itu menjadi pengalaman istimewa sekaligus pembuktian bahwa cerita soal Kyai Jalak dan Sunan Lawu yang diyakini masyarakat sebagai penjaga Gunung Lawu bukanlah sekedar mitologi atau dongeng. Melainkan bisa berwujud nyata (mengejawantah) dan sungguh-sungguh ada dan terjadi.

Kyai Jalak merupakan saudara muda (adik) Sunan Lawu. Pada kesempatan itu kami sempat terjadi interaksi dan dialog singkat yang berisi keterangan amat sangat berharga bagi saya pribadi. Kyai jalak memiliki nama asli Wangsa Menggala, sedangkan Sunan Lawu nama aslinya Dipo Menggolo. Beliau berdua merupakan penguasa/sesepuh wilayah lereng Gunung Lawu pada sekitar 6 abad yang lalu.

Pada saat Sang Prabu Brawijaya 5 yang didampingi dua orang pamomong-nya yakni Ki Sabdo Palon dan Ki Noyo Genggong hendak mencari tempat pamuksan, beliau berdualah yang telah mengantar dan menunjukkan jalan kepada Prabu Brawijaya V untuk menemukan tempat yang tepat untuk moksa.

Beranjak dari Cemoro Sewu, naik ke arah puncak Lawu melalui parit dan tanjakan curam, membabat gerumbul hutan, hingga sampailah pada salah satu puncaknya, yang disebut sebagai Hargo Dalem (berada pada ketinggian -+ 3000 mdpl). Di sanalah Sang Prabu melakukan moksa, melebur raga dengan sukma, menyatukannya dengan ngelmu panunggalan, pangracut, warangka manjing curiga untuk menggapai kasampurnan jati.

Sementara itu setelah Sang Prabu Brawijaya 5 moksa, kedua orang spiritualis (pamomong raja-raja besar Nusantara) itu melanjutkan pendakian hingga sampai pada Puncak Hargo Dumiling sekitar 3200mdpl. Di situlah beliau berdua melakukan moksa.

Puncak Hargo Dumiling tepat di bawah puncak Lawu Hargo Dumilah yang berada pada ketinggian 3265 mdpl dan menyusul Sang Prabu ke “tempat samar” mangeja-alusing papan samar menjadi Kyai Lurah Semar Badranaya sambil berjanji kelak setelah 500 tahun lebih sedikit akan kembali mengejawantah, untuk mendampingi momongannya yang bertugas njejegake soko guru bangsa.

Sebagaimana Pralampita yang termaktub dalam serat Jongko Joyoboyo “petikan serat tangan”, bahwa kembalinya Ki Sabda Palon dan Naya Genggong akan ditandai dengan meletusnya Gunung Merapi hingga terbelah menjadi dua (sigar) di tengah kawahnya (letusan tahun 2010), dan Surabaya tersambung dengan Madura (jembatan Suramadu).

Puncak Hargo Dumilah (3265 mdpl) merupakan puncak tertinggi Gunung Lawu, di mana pada saat musim kemarau suhu di malam hari bisa mencapai minus 5 derajat celsius. Posisinya hanya bersebelahan dengan Pasar dieng yang disebut juga dengan “pasar setan” karena saking banyaknya penghuni titah alus di sana. Di bawah pasar dieng dan puncak Hargo Dumilah terdapat sendang drajat.

Di Sendang Drajat itulah (selain Puralaya Agung Kotagede dan Imogiri), menjadi salah satu tempat penggemblengan bagi calon presiden RI, agar menjadi presiden yang bersifat ayom, ayem, tenteram, mampu memberikan berkah agung untuk bangsa dan negaranya.[] (Jumat, 26 April 2024)

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya