News Sabtu, 22 November 2025 | 19:11

Ancaman Siber Meningkat, Indonesia Didesak Percepat RUU Keamanan dan Ketahanan Siber

Lihat Foto Ancaman Siber Meningkat, Indonesia Didesak Percepat RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Ilustrasi serangan siber. (Foto:Istimewa)

Jakarta – Lonjakan ancaman siber yang terus terjadi menegaskan urgensi percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS).

Pakar menyoroti bahwa sistem pertahanan siber nasional dinilai belum siap karena masih terfragmentasi dan belum memiliki payung hukum yang memadai untuk menyatukan seluruh elemen.

Pakar pertahanan dan kebijakan publik, Andi Widjajanto, menegaskan bahwa tanpa RUU KKS, Indonesia belum memiliki satu sistem pertahanan siber nasional yang solid.

Ia menilai ekosistem digital Indonesia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan kesiapan regulasi yang menopangnya.

"Tanpa regulasi ini, bisa dikatakan pertahanan siber kita masih lemah dan belum ada satu sistem nasional," kata Andi, seperti dikutip dari keterangan resmi, Sabtu, 22 November 2025. 

Pernyataan ini bukannya tanpa dasar. Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 403 juta anomali trafik terjadi sepanjang 2024.

Di saat yang sama, laporan internasional menunjukkan serangan siber global tumbuh lebih dari 20% setiap tahun, dengan Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat paparan serangan tertinggi di Asia Tenggara.

Namun, ancaman yang meningkat ini belum diimbangi dengan sistem pertahanan yang terkoordinasi.

Andi menjelaskan, saat ini pengamanan ruang siber masih berjalan sendiri-sendiri di masing-masing kementerian, lembaga, dan sektor industri, tanpa satu standar nasional yang mengikat.

"Itu masalah utama kita. Sudah ada banyak inisiatif, tapi tidak terintegrasi. RUU KKS dibutuhkan untuk menyatukan, bukan menggantikan," tegasnya.

Desakan untuk segera mengesahkan RUU KKS juga disampaikan oleh Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan.

Ia menilai ancaman siber kini bukan lagi sekadar persoalan teknis, melainkan menyangkut langsung kedaulatan negara, stabilitas ekonomi, dan keberlanjutan layanan publik.

Serangan terhadap infrastruktur informasi kritikal, seperti perbankan, energi, transportasi, hingga sistem pemerintahan, dikhawatirkan dapat berdampak sistemik jika tidak ditangani secara terpadu.

RUU KKS dirancang untuk menjawab tantangan tersebut dengan memperkuat tata kelola keamanan siber nasional.

Rancangan regulasi ini diharapkan dapat mengatur mekanisme penanganan insiden, penguatan ketahanan siber, perlindungan infrastruktur kritikal, serta peningkatan koordinasi lintas sektor.

Pemerintah melalui Kemenko Polhukam menegaskan bahwa RUU KKS tidak bertujuan untuk membentuk lembaga superbody baru, melainkan untuk memperkuat fungsi koordinasi nasional yang sudah ada.

Di tengah peningkatan intensitas dan kompleksitas ancaman, Indonesia dinilai tidak bisa lagi menunda pembenahan sistem pertahanan digitalnya.

Tanpa langkah cepat dan terstruktur melalui RUU KKS, negara berisiko terus berada dalam posisi reaktif—sibuk menangani insiden satu per satu tanpa fondasi sistemik yang kuat untuk mencegah dan menanggulanginya secara nasional.[] 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya