Oleh: Adi Kurniawan, Direktur Ideologi dan Politik NCBI, Ketua Umum HIKMAHBUDHI (2012-2014)
Pancasila sebagai ideologi jalan tengah adalah jalan keseimbangan membangun bangsa dan negara, tidak ekstrim kiri juga tidak ekstrim kanan.
Jika ideologi besar di dunia ini dikelompokan dalam 2 (dua) kutub atau basis, yaitu berbasis demokrasi liberal dan berbasis sosialis komunis, maka Pancasila adalah titik temu diantara kedua ideologi besar tersebut.
Meskipun demikian, demokrasi dan sosialisme Pancasila berbeda dengan kedua ideologi tersebut.
Demokrasi Pancasila identik dengan demokrasi musyawarah mufakat, dilandasi oleh kebijaksanaan, dan sosialisme Pancasila menghendaki keadilan dan kesejahteraan bersama atas semangat gotong royong, saling berbagi, senasib sepenanggungan.
Pancasila sebagai ideologi jalan tengah juga mengandung makna sebagai titik keseimbangan dalam pembangunan bangsa dan negara.
Realisasinya, pembangunan bangsa dan negara membutuhkan keseimbangan antara pembangunan yang bersifat duniawi dan surgawi, atau materi (fisik) dan SDM (spiritualitas).
Pancasila tidak menghendaki pembangunan bangsa dan negara yang semata-mata bertujuan untuk pemenuhan hawa nafsu duniawi yang bersifat fisik materi, namun juga pembangunan watak kewargaan atau sumber daya manusia yang relijius, cerdas dan bijaksana.
Pancasila Jalan Pembebasan
Kemerdekaan bangsa-bangsa dimuka bumi ini bertujuan untuk menciptakan kebahagian, dan membebaskan warga bangsanya dari cengkraman penderitaan.
Indonesia merdeka bertujuan membebaskan penderitaan seluruh rakyat Indonesia dari cengkraman kolonialisme menuju masyarakat yang bahagia, yaitu masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Oleh para pendiri bangsa jalan pembebasan menuju kehidupan yang berbahagia itu telah ditetapkan, yaitu Pancasila.
Pancasila sebagai jalan pembebasan menuntun bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara, mencapai cita-cita kemerdekaannya.
Menuntun seluruh bangsa Indonesia untuk terbebas dari penderitaan yang disebabkan oleh kemiskinan dan kebodohan. Bahkan melalui sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila menuntun bangsa Indonesia untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin (duniawi dan surgawi).
Namun dalam perjalanannya, Pancasila dihadapkan pada tantangan yang sangat kompleks baik tantangan dari dalam maupun luar.
Sesungguhnya Bung Karno telah mengingatkan bahwa dalam perjalanannya Pancasila akan dihadapkan dengan bangsanya sendiri, "perjuanganku lebih mudah karena hanya mengusir penjajah, namun perjuanganmu lebih berat karena melawan bangsamu sendiri".
Jika kita merenungkan, baik dulu, saat ini atau yang akan datang, sesungguhnya ada tiga (tiga) tantangan atau hambatan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara, yaitu Pertama, kelompok orang yang berwatak rakus dan serakah yang memberhalakan materi seperti koruptor, pelaku kolusi, dan nepotisme maupun pengusaha hitam.
Kedua, kelompok orang yang berwatak pembenci, intoleran, dan radikal, yang anti keberagaman. Ketiga, kelompok orang bodoh yang mudah terhasut dan terprovokasi.
Jika dibiarkan terus berkembang, ketiga watak di atas tidak hanya dapat merusak negara, bahkan berpotensi menghancurkan sebuah Negara.
Untuk menangkal ketiga watak tersebut, perlu dikembangkan 3 (tiga) karakter Pancasila, yakni: Pertama, karakter kesederhanaan yaitu karakter hidup yang tidak memberhalakan materi, bersahaja, memiliki rasa puas diri, dan senang berbagi.
Kedua, karakter cinta tanah air yaitu karakter welas asih yang diwujudkan melalui cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, cinta kepada alam semesta, dan cinta kepada sesama manusia.
Ketiga, karakter cerdas dan bijaksana yaitu kemampuan menggunakan kecerdasan secara bijaksana.
Ketiga karakter ini akan menumbuhkan budaya atau karakter malu dan takut, yaitu rasa malu dan takut untuk berbuat hal-hal yang tidak baik, yang merugikan diri sendiri dan orang lain, bahkan merugikan bangsa dan negara.
Untuk menangkal ketiga watak yang menghambat Pancasila serta untuk menumbuhkan 3 (tiga) karakter Pancasilais di atas, Bung Karno merumuskan Tri Sakti sebagai strategi pembudayaan Pancasila.
Pertama, Pancasila menghendaki sistem berbangsa dan bernegara (sistem berpolitik) yang berdaulat. Sistem bernegara yang mengarus-utamakan musyawarah dalam mencapai mufakat.
Dengan kata lain, di era digital saat ini, Pancasila sesungguhnya menghendaki sistem bernegara yang transparan, terbuka, dan akuntabel.
Pemerintah dituntut menerapkan sistem pemerintahan yang berbasis pada sistem digital secara menyeluruh. Sistem digital yang terbuka akan mempersempit ruang bagi para koruptor dan pengusaha hitam.
Sistem digital sebagai ruang bagi pejabat publik untuk membangun keteladanan, budaya malu pamer kemewahan disaat sebagian besar rakyat masih hidup dalam kesusahan, ruang bagi pejabat publik untuk menujukan keteladanan yang sederhana.
Sistem pemerintahan Pancasila juga menghendaki pemerintah bertindak tegas terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) atau siapapun yang melakukan tindakan bertentangan dengan negara. Artinya, pejabat publik dan ASN adalah aktor utama pembudayaan Pancasila dan bentuk implementasi sistem bernegara yang Pancasilais.
Kedua, Pancasila menghendaki sistem ekonomi gotong royong yang berkeadilan, sistem ekonomi yang menghendaki para pengusaha besar berbagi "kue ekonomi" pemberdayaan pelaku usaha kecil menengah di desa-desa. Sistem ekonomi yang berkeadilaan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Ketiga, Pancasila menghendaki sistem pendidikan nasional bertumpu pada akar budaya sebagai kepribadian bangsa. Sistem pendidikan tidak hanya mencetak manusia yang cerdas tapi juga manusia yang bijaksana.
Kondisi hari ini, di saat penetrasi dan infiltrasi budaya asing semakin kuat bisa menjadi ancaman tercerabutnya akar budaya bangsa.
Pemerintah harus menetapkan kebijakan yang mengarus-utamakan pembangunan budaya bangsa jika ingin menyelamatkan Pancasila sebagai ideologi negara.
Menghancurkan budaya sama dengan menghilangkan Pancasila karena Pancasila bersumber dari akar budaya.
Milenial dan Pancasila
Indonesia masa depan sangat ditentukan oleh watak dan karakter pemuda saat ini. Hanya pemuda yang memiliki karakter Pancasila yang akan mampu membawa burung garuda terbang tinggi, yang tidak hanya mampu memayungin Indonesia tapi juga dunia.
Karena itu ketiga karakter Pancasilais di atas harus terus ditumbuh kembangkan di dalam diri setiap pemuda di Indonesia.
Mencintai budaya bangsa adalah keharusan bagi pemuda, yang tidak kalah penting, pemuda harus meneladani para pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan yang lainnya.
Beliau adalah pelopor dalam membangun gerakan kemerdekaan, dan pemuda harus menjadi pelopor dan penggerak dalam pembangunan bangsa.
Pemuda sebagai penggerak pembangunan di desa-desa untuk memberikan tetesan keadilan bagi masyarakat desa.
Jika saja pemuda-pemuda bangsa saat ini memiliki karakter seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan lainnya, yang rela berjuang demi bangsa dan negara, maka bukan saja Indonesia yang akan berubah bahkan duniapun akan berubah.
Baca juga: Raja Ampat: Gambaran Real antara Pesona dan Produktivitas Papua Barat
Baca juga: Kolaborasi, Kunci Peningkatan Produktivitas Masyarakat Desa
Pancasila Jaya, Indonesia Maju Adi Daya. Salam Pancasila. []