News Rabu, 16 Maret 2022 | 15:03

Pakar UGM: Pihak yang Ingin Perpanjang Jabatan Presiden Adalah Teroris Konstitusi

Lihat Foto Pakar UGM: Pihak yang Ingin Perpanjang Jabatan Presiden Adalah Teroris Konstitusi Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar. (foto: pontas.id).

Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengingatkan, pihak manapun yang menghendaki perpanjangan masa jabatan presiden demi kepentingan pribadi atau kelompoknya, itu bisa dianggap sebagai teroris konstitusi.

Zainal pun meminta jangan ada pihak yang bermain-main lagi dengan masa jabatan presiden.

"Siapa saja yang mau merusak konstitusi dan konstitusionalisme yang sekarang demi kepentingan pribadinya demi kepentingan pribadi memperpanjang dirinya atau memperpanjang masa jabatan demi kepentingan pribadi atau kepentingan kelompoknya, saya ingin mengatakan ini bagian dari teroris konstitusi," kata Zainal dalam diskusi bertajuk `Demokrasi Konstitusional Dapam Ancaman`, Rabu, 16 Maret 2022.

Baca jugaLuhut Enggan Buka Big Data Penundaan Pemilu 2024

Dia mewanti-wanti agar masa jabatan presiden tidak dipermainkan. Pasalnya, jika dipermainkan akan berhadapan bukan hanya dengan konstitusi, tapi juga rakyat.

"Saya mau bilang orang yang mencoba bermain-main dengan masa jabatan ini sedang berhadapan dengan konstitusi berhadapan dengan demokrasi berhadapan dengan kita semua," ucapnya.

Dia mencatat sudah banyak negara yang bermain-main dengan masa jabatan presiden. Hasilnya justru kesannya sangat jauh dari demokrasi.

Baca jugaJubir Luhut Tak Bisa Ungkap Big Data Penundaan Pemilu 2024

"Misalnya Venezuela, misalnya Turki, misalnya Rusia misalnya kemudian beberapa negara-negara bangsa Arab yang mendorong gejala-gejala ketigaperiodean dan negara-negara yang contohnya jauh dari kesan demokrasi," tuturnya.

Lebih lanjut Zainal menegaskan, sejumlah hasil survei sudah menyebutkan bahwa mayoritas publik ingin Pemilu tetap digelar pada 2024.

Menurutnya, popularitas Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga tidak bisa jadi modal perpanjang masa jabatan.

"Paling tidak temuan survei indikator LSI dan Kompas kemarin itu afirmasi lebih dari 70% mendekati 70% dan 70% rakyat Indonesia itu menghendaki ada Pemilu di tahun 2024 dan popularitas Jokowi tidak cukup dipakai untuk membenarkan itu (perpanjang masa jabatan atau menunda pemilu)," ujarnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya